Saturday, September 1, 2012

Pestisida Nabati


UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI TUMBUHAN SEBAGAI
PESTISIDA NABATI


LAPORAN



OLEH:


ACHMAD HAMBALI NST
090301053
AGROEKOTEKNOLOGI 2B




Pertanian (black & white)














LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
 UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI TUMBUHAN SEBAGAI
PESTISIDA NABATI


LAPORAN


OLEH:


ACHMAD HAMBALI NST
090301053
AGROEKOTEKNOLOGI 2B


Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Tes
di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan


Ditugaskan Oleh:
Dosen Penanggung Jawab



(Ir. Fatimah Zahara)
NIP: 195907101989 032001



Diperiksa Oleh:
Asisten Koordinator



(Sutiar, SP.)

Diperiksa Oleh:
Asisten Korektor



(Akhmad Fauzan)
NIM: 080302041


LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Catatan sejarah memberitahu kita bahwa bahan kimia pertanian telah lama digunakan sejak zaman sebelum zaman kristen. Catatan sejarah mesir kuno menyebutkan hemlock dan aconit di tahun 1200 sebelum masehi dan di 1000 sebelum masehi, sulfur disarankan oleh homer untuk digunakan pada tanaman. Bangsa romawi kuno tahu bahwa dengan membakar sulfur dapat mengendalikan hama. Bahan kimia pertama, baik itu insektisida organik ataupun herbisida organik telah dipakai dan diproduksi di tahun 1900 an. Proses tersebut menjadi titik awal pemakaian dan pemroduksian pestisida organik (Bohmont, 2009).
Menurut peraturan pemerintah RI No 7 tahun 1973, yang dimaksud dengan pestisida ialah semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan, mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Insektisida adalah zat/senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau memberantas serangga (Pohan, 2004).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani diseluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin, dkk., 2011).

Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efektivitas berbagai tumbuhan untuk mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura) dan ulat jengkal (Plusia asignata) sebagai pestisida nabati.

Kegunaan Penulisan
-            Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test dan lulus di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi, Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
-            Sebagai informasi tambahan bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani diseluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin, dkk., 2011).
            Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran, dam mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Kardinan, 2002).

Nimba
Tanaman nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan pestisida alami. Kandungan racun yang terdapat pada tanaman nimba adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, dan nimbin yang terutama terdapat dalam biji dan daun tanaman. Zat azadirachtin memiliki daya bunuh terhadap serangga hama. Tanaman nimba sangat potensial sebagai pestisida biologi dalam program pengendalian hama terpadu (PHT) atau pengendalian secara biologi, untuk mengurangi atau meminimalkan penggunaan sintetis. Di luar negri pestisida yang berasal dari tanaman nimba diperdagangkan dengan nama Neem oil, margosan, nemazal, dan azatin (Ramesh, 2010).
Racun Nimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses metamorfosa, makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya. Pestisida nabati mimba adalah pestisida yang ramah lingkungan, sehingga diperbolehkan penggunakannya dalam pertanian organik (tercantum dalam SNI Pangan Organik), serta telah dipergunakan di berbagai negara, termasuk Amerika yang dikenal sangat ketat peraturannya dalam penggunaan pestisida, yaitu diawasi oleh suatu badan yang disebut EPA (Environmental Protection Agency) (Kardiman, 2006).
Azadirachtin yang dikandung nimba berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Kardiman, 2006).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari Nimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit (Kardiman, 2006).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus menarik terjadi ketika belalang Schistocerca Nimbin dan Nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman (Kardiman, 2006).

Serai wangi
Minyak serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati adalah tanaman cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung senyawa sitronelal. Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai insektisida terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai insektisida penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti  (IPB, 2009).
Harris (1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant) saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus. Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase, sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan, dan kematian (IPB, 2009).
Secara umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara 0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan dengan minyak lavender, cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000). Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5% dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10% adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20% mencapai 60% (IPB, 2009).
Hasil penelitian Sukma (2009), yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC90 adalah 25.63 ± 2.30%. Artinya, 90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain itu, hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan dalam radius kurang dari 1 m (IPB, 2009).


Tembakau
Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirrilidin yang terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin bersifat sangat adiktif dan beracun, tidak berwarna. Nikotin yang dihirup dari asap rokok masuk ke paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah kemudian masuk ke dalam otak perokok dalam tempo 7-10 detik (Loren, 2009).
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosaminelah yang bersifat karsinogenik. Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Seketika itu, nikotin merangsang terjadinya sejumlah reaksi kimia yang mempengaruhi hormon dan neurotransmitter seperti adrenalin, dopamine, dan insulin. Sehingga membuat sensasi yang nikmat pada rokok seketika tetapi sensasi ini hanya berlangsung seketika (Loren, 2009).

Cengkeh
Tanaman cengkeh diketahui salah satu penghasil senyawa metabolik sekunder yang dapat berfungsi sebagai pestisida nabati. Penggunaan senyawa eugenol yang terdapat didalam daun, gagang dan bunga telah banyak dilaporkan efektif untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit seperti Fusarium oxysporum fsp vanillae, Fusarium effusum, Phytophthora palmivora, Sclerotium rolfsii, Rigidoporus lignosus dan Rhizoctonia solani. Uji coba pada beberapa tanaman menunjukkan bahwa produk cengkeh tersebut tidak toksik terhadap tanaman dan hewan serta ada tendensi menstimulasi pertumbuhan tanaman (Sibarani, 2008).
Pengujian pengaruh tepung cengkeh (asal daun, gagang dan bunga ), minyak dan komponen minyaknya ( eugenol, eugenol asetat dan ß-caryopyllene ) terhadap pertumbuhan 5 isolat jamur patogen Phytophthora palmivora, 3 isolat Sclerotium spp, serta 1 isolat Rigidoporus lignosus. Pemberian tepung bunga cengkeh dengan konsentrasi 0,2 % sudah dapat menghambat pertumbuhan jamur sedangkan tepung dan gagang cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 0,4 % (Sibarani, 2008).
Tanaman cengkeh adalah tanaman rempah, dimana bagian utama tanaman cengkeh yang paling komersial adalah bunga cengkeh yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok yaitu berkisar 80-90%. Sementara untuk daun cengkeh belum termanfaatkan secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna. Padahal daun cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1- 4%. Dengan kandungan tersebut memungkinkan untuk dilakukan penyulingan minyak yang terkandung didalamnya, sehingga l imbah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Nuryoto, dkk., 2011).
Cengkeh merupakan tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di tingkat petani. Tanaman ini banyak mengandung minyak atsiri yang mempunyai nilai jual tinggi. Minyak atsiri diperoleh melalui proses ekstraksi maupun penyulingan bagian daun atau bunga cengkeh. Minyak tersebut diketahui mengandung sampai dengan 80% eugenol dan berdasarkan uji laboratorium dan rumah kaca diketahui sangat efektif membunuh nematode puru akar, M. incognita (Hendayana, 2010).

Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut  Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Lepidoptera, Famili Noctuidae, Subfamili Amphipyrinae, Genus Spodoptera, Species Spodoptera litura F.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina. Lama stadium telur 3-5 hari (Anonimous, 2008).
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Dan ulat membuat lubang pada daun. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Umumnya larva mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap abdomen. Lama stadium larva 6 – 13 hari (Anonimous, 2008).
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm. Lama stadium larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).
Pupa berwarna kecoklatan berada dalam tanah atau pasir. Pada bagian ventral, abdomen segmen terakhir pupa jantan, dijumpai dua titik yang agak berjauhan. Titik yang ada di sebelah atas adalah calon alat kelamin jantan sedang titik yang di bawahnya adalah calon anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang saling berdekatan (Sudarmo, 1992).
Larva Spodoptera litura F. disebut juga dengan ulat grayak. Ngengat meletakkan telur dalam satu paket pada permukaan daun bagian bawah sejak tanaman baru menghasilkan 4 – 5 daun. Saat keluar dari telur, ulat hidup bergerombol disekitar paket sampai dengan instar ke-3, dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-4 ulat menyebar ke bagian tanaman atau ke tanaman sekitarnya (Subandrijo dkk., 1992).

Ulat Jengkal (Plusia asignata)
Bersifat polifag. Antara lain kacang tanah, kedelai, jagung, kentang dan tomat. Stadia telur 3 – 4 hari. Ulat yang baru menetas berwarna bening dengan kepala hitam, kemudian setelah makan berwarna hijau. Ukuran larva 30 m Kepongpong di permukaan daun, ditutupi rumah kepongpong. 6 – 11 hari. Betina mampu bertelur 442 – 598 butir (Tim LPHPT, 2012).
            Pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida biologi dan agensia hayati merupakan terobosan baru yang perlu dikembangkan dan ditindaklanjuti. Hal tersebut penting karena dewasa ini sangat dirasakan adanya perubahan ekosistem tumbuhan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhannya dan menguntungkan bagi organisme pengganggu tanaman. Cara pengendalian tersebut diatas merupakan suatu usaha pengendalian yang sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) dan dipandang lebih aman dan akrab dengan lingkungan (Anonimous, 1999).
            Beberapa tanaman telah diakui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan atau mengubah prilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
            Senyawa alkaloida utama dari daun tembakau adalah nikotin yang terikat dengan asam malat dan asam sitrat. Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam tembakau adalah amin, pirol, piridin, serta alkaloida nornikotin dan anabasin. Sifat lain yang dimiliki oleh nikotin dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan insektisida. Kebutuhan insektisida dalam bidang pertanian mendorong untuk mencari bahan dasar pembuatan insektisida termasuk senyawa nikotin (Anonimous, 2011).
            Pestisida sintetik dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinya pencemaran pada tanah, air, udara. Mengacu pada hal tersebut maka salah satu solusi yang ditempuh adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang sifatnya ramah terhadap lingkungan. Selain itu penggunaan pestisida nabati dinilai sangat ekonomis karena bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati mudah diperoleh dan biaya yang dibutuhkan relatif murah sehingga petani dapat menekan biaya produksi (Nurjannah, 2010).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
            Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium pestisida dan teknik aplikasi prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan setiap hari dimulai dari 24 Maret 2012 sampai dengan 28 Maret 2012.

Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah daun nimba sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, daun serai wangi sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, daun cengkeh sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, daun tembakau sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, air sebagai bahan tambahan pembuatan pestisida nabati, hama Spodoptera litura sebanyak 32 ekor sebagai objek percobaan, hama Plusia asignata sebanyak 32 ekor sebagai objek percobaan, deterjen 2 bungkus sebagai bahan perekat pada pestisida nabati sebanyak 2,2 gram, daun Kol segar 1 buah sebagai makanan hama yang diamati
Adapun alat yang digunakan adalah blender / mortal dan alu sebagai alat penghancur bahan utama pestisida nabati, beaker glass sebagai gelas takaran dalam pencampuran larutan, stoples sebagai tempat objek amatan yang kita ujikan dengan pestisida nabati, kain kasa sebagai penutup stoples agar objek amatan tidak keluar dari stoples dan dapat membantu objek amatan bernapas sebab udara dalam stoples masih ada, handsprayer sebagai alat penyemprot pestisida nabati, tissue makan putih sebagai alat untuk mengelap kotoran, gunting sebagai alat untuk memotong kain kasa, masker sebagai alat untuk melindungi si pengamat dari bau menyengat hama maupun pestisida, sarung tangan sebagai alat untuk melindungi tangan si pengamat.

Prosedur Percobaan
a.        Persiapan ekstrak daun
-            Dihaluskan daun tanaman tersebut dengan blender
-            Diaduk setelah halus merata dengan air lalu direndam selama 12 jam
-            Disaring larutan tersebut kemudian dengan kain kasa dan diambil ekstraknya
-            Dimasukkan larutan tersebut ke dalam handsprayer ke dalam handsprayer dan ditambahkan deterjen sebanyak 2,2 gram
b.        Persiapan hama yang akan disemprot
-            Diambil 2 buah stoples
-            Dimasukkan daun kol Stoples pertama dan juga dimasukkan           Spodoptera litura sebanyak 4 ekor kemudian insektisida botani yang telah disiapkan dimana perlakuan ini sebagai insektisida botanis yang bersifat kontak
-            Dimasukkan kol yang terlebih dahulu direndam dengan insektisida botani selama 5 menit Stoples kedua, kemudian dimasukkan ulat Spodoptera litura sebanyak 4 ekor dimana perlakuan ini sebagai insektisida botani yang bersifat racun perut
-            Dilakukan perlakuan yang sama pada hama Plusia asignata

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hari pertama (26 Maret 2012) – Kontak
No
Jenis Pestisida
Tanda
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi
*
0
4
Spodoptera masih segar dan aktif bergerak
#
3
1
Plusia mati 1 dan berwarna gosong, yang hidup berwarna hijau segar
2.
Cengkeh
*
0
4
Spodoptera hidup dan sedikit lemas
#
4
0
Plusia mati semua dengan gejala kering
3.
Tembakau
*
0
4
Spodoptera masih segar semua tanpa tampak gejala
#
2
2
Plusia yang mati gosong
4.
Nimba
*
0
4
Spodoptera masih bergerak aktif
#
4
0
Plusia menghitam dan mati mengering sangat mengenaskan

Hari Pertama (26 Maret 2012) – Sistemik
No
Jenis Pestisida
Tanda
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi
*
1
3
Spodoptera masih aktif bergerak
#
2
2
2 Plusia mati dan 1 hancur. Plusia yang masih hidup sangat lemas
2.
Cengkeh
*
1
3
Spodoptera masih aktif bergerak
#
3
1
Kebanyakan Plusia mati hancur, berlendir didasar toples
3.
Tembakau
*
2
2
Spodoptera yang mati menghitam
#
2
2
Plusia kuning didasar stoples dan berlendir
4.
Nimba
*
1
3
Spodoptera yang hidup masih bergerak aktif
#
3
1
Plusia, terdapat ulat yang membentuk pupa tapi pupanya mati

Hari kedua (27 Maret 2012) – Kontak
No
Jenis Pestisida
Tanda
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi
*
2
2
Spodoptera yang mati melebur dan berlendir
#
3
1
Plusia mati berwarna kuning berlendir
2.
Cengkeh
*
2
2
Spodoptera yang mati menghifa menggulung dan berlendir
#
4
0
Plusia mati semua dengan gejala kering
3.
Tembakau
*
2
2
Spodoptera yang mati menghitam berlendir
#
3
1
Plusia yang mati berlendir, hidup telah lemas
4.
Nimba
*
2
2
Spodoptera menggulung menghitam berlendir
#
4
0
Plusia mati seluruhnya, menguning dan berlendir
Hari kedua (27 Maret 2012) – Sistemik
No
Jenis Pestisida
Tanda
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi
*
3
1
Spodoptera menghitam dan kering
#
3
1
Plusia yang mati menguning berlendir di bawah stoples
2.
Cengkeh
*
2
2
Spodoptera menghitam dan mengering
#
3
1
Plusia berlendir
3.
Tembakau
*
3
1
Spodoptera hitam menggulung
#
4
0
Plusia mati seluruhnya dengan gejala berlendir
4.
Nimba
*
2
2
Spodoptera hitam dan menguning
#
4
0
Plusia mati seluruhnya dengan gejala berlendir

Hari Ketiga (28 Maret 2012) – Kontak
No
Jenis Pestisida
Tanda
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi

4
0
Semua ulatnya mati sehingga dapat diambil simpulan ini efektif

4
0
2.
Cengkeh

4
0
Semua ulat , baik Spodoptera ataupun Plusia mati seluruhnya

4
0
3.
Tembakau

4
0
Seluruh ulat yang dipraktikumkan baik Spodoptera atau Plusia mati semua

4
0
4.
Nimba

4
0
Semua Ulat mati seluruhnya

4
0


Hari ketiga (28 Maret 2012) – Sistemik
No
Jenis Pestisida
Jumlah yang mati
Jumlah yang hidup
Keterangan
1.
Serai Wangi
4
0
Seluruh ulatnya menunjukkan gejala kematian massal
4
0
2.
Cengkeh
4
0
Semua objjek yang diamati berhasil dimusnahkan dengan pestisida nabati
4
0
3.
Tembakau
4
0
Semua ulatnya mati walaupun pada Plusia ada pupa yang terbentuk dan mati
4
0
4.
Nimba
4
0
Semua Ulat mati seluruhnya
4
0
*          = Ulat Grayak (Spodoptera litura)
#          = Ulat Jengkal (Plusia asignata)

Pembahasan
            Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada hari pertama Spodoptera litura masih banyak yang aktif bergerak, sedangkan Plusia asignata hampir semuanya mati, baik secara sistemik ataupun kontak. Terutama pada Plusia, pemakaian pestisida nabati secara kontak lebih efektif dilakukan karena banyak yang mati. Sedangkan Spodoptera lebih efektif secara sistemik karena dengan cara itu banyak Spodoptera yang mati.
            Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada hari kedua ulat yang mati bertambah, baik secara kontak ataupun sistemik. Ini disebabkan karena pada tanaman yang dijadikan sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik atau menolak serangga. Hal ini sesuai dengan literatur Supriyatin dan Marwoto (2000) yang menyatakan bahwa beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik atau menolak serangga.
            Berdasarkan hasil pengamatan padahari ketiga, seluruh ulat yang diamati mati semua. Terutama pestisida nabati yang berbahan utama daun nimba merupakan pestisida yang peling efektif untuk menangani Plusia. Karena dalam naun nimba terdapat senyawa bioaktif yang sangat potensial dalam membunuh serangga yaitu azadirachtin. Hal ini sesuai dengan literatur Ramesh (2010) yang menyatakan bahwa tanaman nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan pestisida alami karena ia mengandung azadirachtin yang dapat membunuh serangga.
            Berdasarkan pengamatan hari pertama sampai terakhir, terlihat bahwa hama Spodoptera memiliki daya tahan tubuh yang lebih tinggi dari Plusia. Karena pada tabel hasil tampak hari pertama pada hama Spodoptera belum menunjukkan gejala melemas, sedangkan pada Plusia bahkan hari pertama sudah ada yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan tubuh Spodoptera lebih tinggi dari Plusia.
            Penggunaan pestisida nabati ini memiliki banyak keuntungan. Diantaranya adalah mudah didapat, aman terhadap musuh alami dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Hal ini sesuai dengan literatur Kardinan (2002) yang menyatakan bahwa insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.        Pada hari pertama perbandingan hasil yang ditunjukkan antara pestisida nabati kontak dan sistemik adalah pestisida nabati sistemik lebih efektif membunuh serangga
2.        Plusia asignata lebih cepat mati daripada Spodoptera litura
3.        Pada hari terakhir pengaplikasian pestisida nabati seluruh ulat yang diuji cobakan mati
4.        Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan
5.        Penggunaan pestisida nabati pada hama Plusia asignata dan           Spodoptera litura cukup efektif untuk skala kecil.

Saran
Dalam penyimpanan pestisida nabati sebaiknya di dalam kulkas agar pestisida tersebut tidak mudah basi dan bisa digunakan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1999. Bahan-bahan nabati yang dapat digunakan sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman. Diunduh dari http://faperta.uns.ac.id. pada tanggal 27 Maret 2012.

Anonimous, 2008. Cara Pengendalian Penggunaan Insektisida Pada Tanaman Hortikultura. Diunduh dari : http://72.14.235.132/search?q= cache:8nZ049CeH9wJ:one.indoskripsi.com/click/3090/0+cara+pengendalian+penggunaan+insektisida+pada+tanaman+hortikultura&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id. Pada tanggal : 20 Februari 2009.

Anonimous. 2011. Rokok dan Kandungannya. Diunduh dari http://usu.ac.id. pada tanggal 27 Maret 2012.

Bohmont, B.L. 2009. The Standard Pesticide User’s Guide. Pearson prentice hall, Ohio.

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.

Hendayana, D. 2010. Mengenal tanaman bahan pestisida nabati.IDEP Foundation. ISBN: 979-15305-0-5. PPL, Cianjur.

IPB. 2009. Insektisida Alami. Diunduh dari http://ipb.ac.id pada tanggal 22 mei 2012 .Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kardiman, A. 2006. Mimba dapat merubah prilaku hama. Sinar Tani edisi 4 april 2006. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi (cetakan ke 4). Penebar Swadaya, Jakarta.

Loren, J. 2009. Gambaran Pengetahuan dan sikap mahasiswa fakultas kedokteran universitas sumatera utara terhadap rokok. Skripsi. USU, Medan. Pp.27-28.
Nurjannah, R. 2010. Uji efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai pestisida nabati terhadap pengendalian hama tanaman sawi (Brassica juncea L.). Skripsi. Universitas Muhammaddiyah, Surakarta.

Nuryoto., Jayanudin dan R. Hartono. 2011. Karakterisasi minyak atsiri dan limbah daun cengkeh. Jurnal. ISSN 1693-4393. Universitas Sultan ageng tirtayasa, Yogyakarta.

Pohan, N. 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id. pada tanggal 22 mei 2012. USU, Medan.
Ramesh, C.S. 2010. Pengembangan tanaman pestisida nabati jenis nimba. Diunduh dari http://deptan.go.id. pada tanggal 27 Maret 2012.

Sibarani, F.M. 2008. Uji efektivitas beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annuum L.) di lapangan. Skripsi. USU, Medan. Pp:21-22.

Supriyatin dan Marwoto. 2000. Efektivitas beberapa bahan nabati terhadap hama perusak daun kedelai. Pengelolaan sumber daya lahan dan hayati pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. PPTP, Malang.

Subandrijo, S.H., Istdijoso dan Suwarso, 1992. Pengendalian Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang, Indonesia.

Sudarmo, S., 1992. Tembakau. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Halm 26.

Tim LPHPT. 2012. OPT penting kacang tanah dan pengendaliannya. Laboratorium pengamatan hama dan penyakit tanaman, Banyumas.

Thamrin,M., S. Asikin, Mukhlis dan A. Budiman. 2011. Potensi ekstrak Flora lahan rawa sebagai pestisida nabati. Skripsi . Balai penelitian pertanian lahan rawa, Kalimantan. Pp:35-54.