EFEKTIVITAS
PUNTUNG ROKOK SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN INSEKTISIDA NABATI
KARYA
TULIS ILMIAH
ACHMAD
HAMBALI NST
090301053
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2012
RINGKASAN
Puntung rokok merupakan limbah yang
jarang orang banyak tahu mengenai dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan.
Jumlah orang merokok di dunia sangat banyak, sehingga jumlah puntung rokok yang
dibuang ke lingkungan juga sangat banyak. Di dalam puntung rokok terkandung
DDT, Vinyl chloride, Karbon monoksida, Polonium 210, dan masih banyak lagi zat
berbahaya lainnya. Zat ini yang juga ikut terbuang ke lingkungan sehingga
lingkungan akan tercemar karena puntung rokok ini akan sulit diurai. Butuh 10
sampai 20 tahun untuk mengurai puntung rokok ini.
Pengertian pestisida pada dasarnya
adalah “pest” yang artinya Organisme Pengganggu tanaman dan “cide” yang berarti
membunuh. Sehingga jika digabungkan keduanya akan berarti membunuh organisme
pengganggu tanaman. Secara harfiah pestisida ini adalah senyawa kimia yang
ditujukan untuk mengendalikan/membunuh/membasmi organisme pengganggu tanaman.
Menurut peraturan pemerintah RI No 7 tahun 1973, pestisida ialah semua zat
kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :
memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan
mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan, mencegah hama-hama air, memberantas atau
mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Penulis menyadari bahwa kandungan
puntung rokok cukup beracun bagi organisme pengganggu tanaman. Sehingga muncul
alternatif lain dari sekedar membuang puntung rokok begitu saja menjadi memanfaatkan
puntung rokok sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati.
Alternatif ini masih belum banyak diketahui masyarakat. Oleh karena itu tujuan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui efektivitas puntung rokok sebagai
bahan utama pembuatan insektisida nabati dan sekaligus memberitahu kepada
khalayak ramai bahwa puntung rokok bisa dimanfaatkan sebagai bahan utama
pembuatan insektisida nabati tanpa harus membuangnya ke lingkungan lagi. Karena
dampak yang akan ditimbulkannya adalah mempersulit alam untuk mengurai puntung
rokok.
Salah satu kandungan puntung rokok
yaitu Dichloro diphenyl trichloro ethane (DDT) yang merupakan suatu senyawa
insektisida yang digunakan di pertanian. Insektisida adalah bahan yang
mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga.
Insektisida yang baik (ideal) mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta
tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak, murah dan
mudah didapat, mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar
serta tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan.
Metode Percobaan ini dilakukan
dengan satu faktor, yaitu faktor perlakuan. dimana terdapat 4 perlakuan : Kontrol yaitu tidak diberikan pestisida
nabati atau hanya diberikan air saja, Puntung
Rokok yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari rendaman
puntung rokok selama 10 hari, Ekstrak
Nimba yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan
daun nimba, Ekstrak Serai Wangi yaitu
diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan daun serai wangi.
Cara pengaplikasian perlakuan tersebut adalah dengan cara sistemik, yaitu
dengan cara merendam makanan ulat grayak, yaitu daun Kol, ke dalam
masing-masing perlakuan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa cara pengaplikasian sistemik ini merupakan cara yang paling efektif dibandingkan
dengan cara kontak, yaitu dengan menyemprotkan cairan insektisida langsung ke
ulat grayak, karena racun insektisida ini langsung menyerang sistem saraf serangga
sehingga lebih efisien dalam membunuh ulat grayak.
Hasil yang diperoleh adalah
insektisida puntung rokok mampu membunuh ulat grayak dalam kurun waktu 2 hari ,
Sedangkan insektisida daun nimba dan daun serai wangi hanya mampu membunuh ulat
grayak dalam waktu 3 hari. Pada perlakuan kontrol ulat grayak tidak mati sampai
hari pengamatan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa puntung rokok bisa
digunakan sebagai bahan utama pembuatan insektisida dan lebih efektif dalam
membunuh ulat grayak.
SUMMARY
Cigarette
is one of the addictive substances that when being used will get danger’s
effect for the health of the individual and the community. Especially for the university
student, who it was considered as the intellectuals, use it periodically in
fact often. Around the university student, the cigarette considered as the
normal matter. The cause of this habit was analysed by Joewana (2004) in his
book that was entitled Gangguan Mental dan Perilaku akibat
Penggunaan Zat Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba.
"Several motivations that formed the background
of someone smoked was to receive the acknowledgment (anticipatory beliefs), to
eliminate disappointment (reliefing beliefs), and considered his action did not
violate the standard (permissive beliefs/fasilitative)".
The effect is very bad
for the health and could reduce the achievement of the university student.
Each
stick of cigarette burned, it will issue more than 4000 dangerous poisonous
chemicals and might bring the death. By this, each straw resembled one deadly
straw. Between the content of the cigarette includes the radioactive material
(polonium-201) and materials that were used in the paint (acetone), the floor
washing (ammonia), silverfish medicine (naphthalene), insects poison (DDT), termite
poison (arsenic), poisonous gas (hydrogen cyanide), and many others. however
the important’s poison was Nicotine, Tar and Carbon Monoxide.
The
most dangerous of cigarette’s contents is Nicotine, Tar and carbon monoxide.
The effect of Nicotine could result in addiction to cigarettes because of the
content of this addictive substance, Tar could cause cancer to the human body
organ, whereas carbon monoxide could cause the disturbance to human blood. The
effect from the three poisonous compounds not only threaten to the general
society, but also to the university student.
The
aim of this writing is to know the effect of nicotine, tar and carbon monoxide
in cigarette towards the health and the achievement of the university student. Theoretically,
the benefit of the writing of this scientific paper is so that this paper could
be used in an effort to increase the awareness of the student towards the
effect that was caused by cigarette for the health and went along as well as in
make successful the day without cigarettes in a world. Generally this paper
could be used as the source of information concerning the contents of cigarette
and the effect to the health of humankind.
The
method’s writing was begun from the data collection from various sources that
believed like books, the research journal, the article, and the newspaper,
afterwards were followed by data processing that is with tabulation in the
quantitative data and the analysis in the qualitative data, then technical
analysis-synthesis of the problem, till to formulates the suggestion based on
the receiving fact and the available problem.
The
analysis of problem is the follow-up of the problems formulation, that is the
effect of nicotine, tar and carbon monoxide in cigarette towards the health and
relation between cigarettes and the achievement of the university student. The
two formulations analysed sharply with the simple language in the synthesis of
problem, with the hope the analysed problem can solved. The synthesis of problem
is the substances that contained in cigarette could threaten to the health of
it’s user and the relation of cigarette and the university student’s
achievement is as the obstacle (in hibitor) for the student in gaining the
academic successful in the campus environment because of the sweep away effect
of cigarette.
As
for the conclusion of this writing is nicotine, tar and carbon monoxide in
cigarette to have a character poison so as to be dangerous to in consumption by
the university student and cigarette caused the dependence (the effect of the
opium) for the university student that result in lost the concentration in
pursuing knowledge so as the achievement of the university student descended.
The recommendation (the Suggestion) that explained was to have a character to
prevent so that the university student will not consume cigarette to keep the
health and to increase the academic achievement. Because the bright achievement
is the picture of the intellectual's university student.
DAFTAR
ISI
Hal.
LEMBAR
PENGESAHAN...............................................................................
i
RINGKASAN....................................................................................................
ii
SUMMARY.......................................................................................................
iv
KATA
PENGANTAR.......................................................................................
vii
DAFTAR
ISI......................................................................................................
viii
DAFTAR
GAMBAR.........................................................................................
xi
DAFTAR
LAMPIRAN......................................................................................
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................................
1
Rumusan Masalah........................................................................................
3
Tujuan Penulisan..........................................................................................
3
Manfaat
Penulisan........................................................................................
3
TINJAUAN
PUSTAKA
Insektisida
Nabati........................................................................................
5
Puntung Rokok............................................................................................
6
Nimba...........................................................................................................
11
Serai Wangi..................................................................................................
13
METODE
PENULISAN
Tempat dan Waktu
Percobaan.....................................................................
15
Bahan dan Alat............................................................................................
15
Metode Percobaan.......................................................................................
15
Prosedur
Percobaan......................................................................................
15
ANALISIS
DAN SINTESIS
Analisis
Permasalahan..................................................................................
17
Sintesis
Permasalahan..................................................................................
17
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
Kesimpulan..................................................................................................
20
Rekomendasi................................................................................................
20
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................
21
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarahnya, rokok digunakan pada abad ke 11 oleh suku indian
di Amerika. Mereka menghisap rokok untuk keperluan ritual saat memuja dewa atau
roh. Penyebaran rokok dimulai ketika bangsa eropa menjelajahi benua amerika dan
bertemu dengan suku indian. Pada awalnya mereka ragu untuk menghisap batangan
silinder tersebut, tetapi sekali mencoba mereka merasa adanya efek candu yang
ditimbulkan dari rokok tersebut. Akhirnya mereka memperkenalkan rokok tersebut
ke benua eropa sekitar abad 16. Hingga sekarang rokok masih menjadi primadona
kaum pria dan wanita.
Pestisida
mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang
mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk
kesejahteraan hidupnnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti
membunuh. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan dengan bahan lain misalnya dicampur
minyak dan air untuk melarutkannya, juga ada yang menggunakan bubuk untuk
mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang
dicampur sebagai pengencer umumnya dalam formulasi dust, atraktan (misalnya
bahan feromon) untuk pengumpan, juga bahan yang bersifat sinergis lainnya untuk
penambah daya racun (Afriyanto, 2008).
Dichlorodiphenyltrichloroethane
(DDT) adalah suatu senyawa insektisida yang digunakan di pertanian. Amerika telah melarang penggunaan DDT pada
tahun 1972 tetapi beberapa negara masih menggunakan senyawa kimia tersebut. DDT
telah digunakan pada masa lampau untuk mengendalikan kutu. Ini masih digunakan
di luar dari Amerika guna untuk membunuh nyamuk yang dapat menyebarkan penyakit
malaria. DDT dan senyawa kimia yang mirip dengannya tetap bertahan dan sulit
hilang dari dalam lingkungan dan di dalam jaringan hewan (CDC, 2009).
Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk
mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman
terhadap hewan bukan sasaran dan mudah terurai di alam sehingga tidak
menimbulkan pengaruh samping (Kardinan, 2002).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah.
Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk antara lain bahan mentah
berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan
metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk
diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati
sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan bahkan sama tuanya
dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara
tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang
tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Thamrin.dkk,
2011).
Puntung rokok merupakan limbah yang jarang orang banyak tahu
mengenai dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Jumlah orang merokok di
dunia sangat banyak, sehingga jumlah puntung rokok yang dibuang ke lingkungan
juga sangat banyak. Di dalam puntung rokok terkandung DDT, Vinyl chloride,
Karbon monoksida, Polonium 210, dan masih banyak lagi zat berbahaya lainnya.
Zat ini yang juga ikut terbuang ke lingkungan sehingga lingkungan akan tercemar
karena puntung rokok ini akan sulit diurai. Butuh 10 sampai 20 tahun untuk
mengurai puntung rokok ini. Oleh karena itu penulis mencoba memanfaatkan
puntung rokok ini sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati dan
membandingkan dengan insektisida nabati lainnya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka diperoleh
masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut :
a) Apakah
puntung rokok dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam pembuatan
insektisida nabati ?
b) Apakah
puntung rokok lebih efektif dibandingkan dengan daun nimba dan daun serai wangi
dalam menangani OPT sebagai Insektisida nabati ?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
untuk mengetahui efektivitas puntung rokok sebagai bahan utama pembuatan
insektisida nabati.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
a. Secara
teoritis, karya tulis ini dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat
dunia bahwa puntung rokok dapat dimanfaatkan dalam pembuatan insektisida nabati.
b. Secara
umum, karya tulis ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai efektivitas
puntung rokok sebagai bahan utama pembuatan insektisida nabati.
TINJAUAN PUSTAKA
Insektisida nabati
Menurut
peraturan pemerintah RI No 7 tahun 1973, yang dimaksud dengan pestisida ialah
semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan
untuk : memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan, mencegah hama-hama air,
memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Insektisida adalah zat/senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh
atau memberantas serangga (Pohan, 2004).
Insektisida
adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh
serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai daya bunuh yang besar dan
cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan
ternak, murah dan mudah didapat, mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak
mudah terbakar serta tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan
(Gandahusada, dkk., 1988).
Berdasarkan
tempat masuknya, insektisida digolongkan atas racun kontak (contact poison)
yang masuk tubuh serangga melalui kulit serangga, racun perut (stomach
poison) yang masuk melalui alat pencernaan serangga, dan racun pernafasan (fumigans)
yang masuk melalui saluran pernafasan (Soedarto, 1992).
Pestisida
nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin
yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan
atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai
pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi
sudah lama digunakan bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak
pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia
telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan
organisme pengganggu tanaman (Thamrin.dkk, 2011).
Pengendalian
organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida
biologi dan agensia hayati merupakan terobosan baru yang perlu dikembangkan dan
ditindaklanjuti. Hal tersebut penting karena dewasa ini sangat dirasakan adanya
perubahan ekosistem tumbuhan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhannya dan
menguntungkan bagi organisme pengganggu tanaman. Cara pengendalian tersebut diatas
merupakan suatu usaha pengendalian yang sesuai dengan prinsip pengendalian hama
terpadu (PHT) dan dipandang lebih aman dan akrab dengan lingkungan (Anonimous,
1999).
Beberapa
tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik
atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang
mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan
serangga, sistem pencernaan atau mengubah prilaku serangga (Supriyatin dan
Marwoto, 2000).
Pestisida
sintetik dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinya
pencemaran pada tanah, air dan udara. Mengacu pada hal tersebut maka salah satu
solusi yang ditempuh adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang sifatnya
ramah terhadap lingkungan. Selain itu penggunaan pestisida nabati dinilai
sangat ekonomis karena bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati
mudah diperoleh dan biaya yang dibutuhkan relatif murah sehingga petani dapat
menekan biaya produksi (Nurjannah, 2010).
Puntung Rokok
![]() |
Gambar
1. Kandungan Rokok
Beberapa zat kandungan rokok dikenal mempunyai efek yang merugikan
tulang dan kulit. Anda mungkin terkejut untuk menemukan nama beberapa bahan
kimia dalam asap rokok. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Sianida adalah
senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.
2. Benzene juga dikenal sebagai bensol merupakan senyawa
kimia organik yang mudah terbakar dan
cairan tidak berwarna.
3. Cadmium
sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif yang ditemukan baterai.
4. Metanol (alkohol kayu) adalah
alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metil alkohol.
5. Asetilena
(bahan bakar yang digunakan dalam obor las) merupakan senyawa kimia tak jenuh
yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.
6. Amonia
ditemukan di mana-mana di lingkungan tetapi sangat beracun dalam kombinasi
dengan unsur-unsur tertentu.
7. Formaldehida
cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.
8. Hidrogen
sianida adalah racun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut. Zat
ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida.
9. Arsenik adalah bahan yang
terdapat dalam racun tikus.
DDT
adalah insektisida yang pertama kali dibuat orang dan telah digunakan secara
luas dan lama untuk keperluan kesehatan. DDT kemudian ternyata persisten,
sehingga terakumulasi dalam jaringan makanan dan terjadi Biomagnifikasi. (ClC6H4)2CHCCl3
menyebabkan pusing kepala, mual, tremor, convulsi dan kerusakan hati, SSP,
serta ginjal. Dosis kecil yang berulang dikatakan lebih berbahaya daripada
dosis tunggal. Saat ini DDT sudah tidak boleh digunakan lagi (Said, 2011).
Dichlorodiphenyltrichloroethane
(DDT) adalah suatu senyawa insektisida yang digunakan di pertanian. Amerika telah melarang penggunaan DDT pada
tahun 1972 tetapi beberapa negara masih menggunakan senyawa kimia tersebut. DDT
telah digunakan pada masa lampau untuk mengendalikan kutu. Ini masih digunakan
di luar dari Amerika guna untuk membunuh nyamuk yang dapat menyebarkan penyakit
malaria. DDT dan senyawa kimia yang mirip dengannya tetap bertahan dan sulit
hilang dari dalam lingkungan dan di dalam jaringan hewan (CDC, 2009).
Nikotin
adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa
lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk bukan
ion dan dapat melalui membran sel. Asap rokok pada umumnya bersifat asam (pH
5,5). Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati
membran secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi
nikotin dari asap rokok.
Nimba
Tanaman
nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan
pestisida alami. Kandungan racun yang terdapat pada tanaman nimba adalah
azadirachtin, salannin, meliantriol, dan nimbin yang terutama terdapat dalam
biji dan daun tanaman. Zat azadirachtin memiliki daya bunuh terhadap serangga
hama. Tanaman nimba sangat potensial sebagai pestisida biologi dalam program
pengendalian hama terpadu (PHT) atau pengendalian secara biologi, untuk
mengurangi atau meminimalkan penggunaan pestisida sintetis. Diluar negri
pestisida yang berasal dari tanaman nimba diperdagangkan dengan nama Neem oil,
margosan, nemazal, dan azatin (Ramesh, 2010).
Racun Nimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu
hama pada proses metamorfosa, makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya.
Pestisida nabati mimba adalah pestisida yang ramah lingkungan, sehingga
diperbolehkan penggunakannya dalam pertanian organik (tercantum dalam SNI
Pangan Organik), serta telah dipergunakan di berbagai negara, termasuk Amerika
yang dikenal sangat ketat peraturannya dalam penggunaan pestisida, yaitu
diawasi oleh suatu badan yang disebut EPA (Environmental Protection Agency).
Azadirachtin yang dikandung nimba berperan sebagai ecdyson blocker
atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang
berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada
proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva,
atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya
kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian.
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang
mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri
belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari Nimba,
seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun
memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama
yang telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam
keadaan sakit.
Meliantriol berperan sebagai penghalau
(repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut.
Suatu kasus menarik terjadi ketika belalang Schistocerca Nimbin dan Nimbidin
berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida,
fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman
(Kardiman, 2006).
Serai Wangi
Minyak
serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida
nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan,
relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati adalah tanaman
cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung senyawa sitronelal.
Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai insektisida
terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai insektisida
penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti (IPB, 2009).
Harris
(1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant)
saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus.
Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme
kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase,
sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim
bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin
yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan,
dan kematian (IPB, 2009).
Secara
umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara
0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan
dengan minyak lavender, cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000).
Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5%
dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah
melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex
quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang
jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10%
adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20%
mencapai 60% (IPB, 2009).
Hasil
penelitian Sukma (2009), yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai
wangi memiliki efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC90
adalah 25.63 ± 2.30%. Artinya, 90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang
diujinya, disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain
itu, hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak
serai wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama
pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai
wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa
pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes
spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan
dalam radius kurang dari 1 m (IPB, 2009).
METODE PERCOBAAN
Tempat dan Waktu
Percobaan ini
dilaksanakan di dalam salah satu ruangan
rumah penulis yang beralamat di Jl. Platina 2 ling. XI Titipapan, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan selama 5 hari
dimulai dari tanggal 29 Maret 2012 sampai tanggal 3 April 2012.
Bahan
dan Alat
Adapun bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah puntung rokok, daun nimba dan daun
serai wangi sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, ulat grayak (Spodoptera litura) sebanyak 4 ekor per
stoples (ada 4 stoples) sebagai objek pengamatan, detergen sebagai bahan
perekat pada pestisida nabati, air sebagai bahan tambahan dalam pembuatan
pestisida nabati, dan daun kol sebagai makanan ulat grayak.
Adapun alat yang digunakan dalam
percobaan ini adalah blender sebagai alat penghancur daun nimba dan daun serai
wangi, beaker glass sebagai gelas takaran dalam pencampuran larutan, stoples
sebagai tempat pengamatan pestisida nabati, kain kassa sebagai penutup stoples,
ember sebagai tempat ekstrak pestisida nabati yang telah jadi, gunting sebagai
alat untuk memotong kain kassa, dan alat lainnya yang dibutuhkan dalam
pembuatan pestisida nabati.
Metode
Percobaan
Metode
Percobaan ini dilakukan dengan satu faktor, yaitu faktor perlakuan. dimana
terdapat 4 perlakuan :
1. Kontrol
yaitu tidak diberikan pestisida nabati atau hanya diberikan air saja
2. Puntung
Rokok yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari rendaman puntung
rokok selama 10 hari
3. Ekstrak
Nimba yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan daun
nimba
4. Ekstrak
Serai Wangi yaitu diberikan pestisida nabati yang dihasilkan dari pengekstrakan
daun serai wangi
Seluruh perlakuan ini diaplikasikan
secara sistemik tanpa aplikasi secara kontak, karena dari beberapa penelitian
menyatakan bahwa aplikasi pestisida secara sistemik lebih efektif dibandingkan
secara kontak. Sehingga penulis lebih memilih cara aplikasi sistemik sebagai
teknik aplikasi perlakuan yang ada.
Prosedur
Percobaan
-
Puntung rokok dikumpulkan dalam 1 ember
plastik lalu di tambahkan air, dan didiamkan selama 10 hari
-
Daun nimba dan serai wangi di blender
dan dijadikan ekstrak lalu didiamkan selama 1 malam
-
Setelah semua selesai, Untuk ekstrak
daun nimba dan daun serai wangi tambahkan detergen sebagai bahan perekat
sedangkan air hasil rendaman puntung rokok tersebut cukup disaring
-
Masukkan cairan pestisida nabati ke
dalam 4 ember (1 ember untuk perlakuan puntung rokok, 1 ember untuk perlakuan
nimba, 1 ember untuk perlakuan serai wangi, dan 1 lagi untuk perlakuan kontrol)
-
Rendam daun kol ke dalam masing-masing
ember yang telah berisi cairan sesuai dengan perlakuan selama 3 menit
-
Dimasukkan daun kol tersebut ke dalam
stoples sesuai dengan perlakuan
-
Dimasukkan
ulat grayak ke dalam stoples, dengan masing-masing stoples sebanyak 4 ekor ulat
-
Ditutupi
masing-masing stoples dengan potongan kain kassa yang telah disesuaikan dengan
ukuran stoples
-
Diamati setiap
hari selama 5 hari berturut-turut dan ambil datanya
ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis
Permasalahan
Tanggal
Pengamatan
|
Perlakuan
|
|||||||
Kontrol
|
Puntung Rokok
|
Ekstrak Daun Nimba
|
Ekstrak Daun Serai Wangi
|
|||||
Hidup
|
Mati
|
Hidup
|
Mati
|
Hidup
|
Mati
|
Hidup
|
Mati
|
|
30-3-2012
|
4
|
0
|
2
|
2
|
3
|
1
|
3
|
1
|
31-3-2012
|
4
|
0
|
0
|
4
|
2
|
2
|
1
|
3
|
01-4-2012
|
4
|
0
|
0
|
4
|
0
|
4
|
0
|
4
|
02-4-2012
|
3
|
1
|
0
|
4
|
0
|
4
|
0
|
4
|
03-4-2012
|
3
|
1
|
0
|
4
|
0
|
4
|
0
|
4
|
Sintesis
Permasalahan
Berdasarkan
tabel diatas dapat kita lihat bahwa pada hari pertama pengamatan diperoleh
untuk perlakuan kontrol tidak ada ulat grayak yang mati, untuk perlakuan
puntung rokok diperoleh 2 ekor ulat grayak yang mati, serta untuk perlakuan ekstrak
daun nimba dan daun serai wangi diperoleh sebanyak 1 ekor ulat grayak yang
mati. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan puntung rokok adalah yang paling
cepat membunuh ulat grayak karena dalam puntung rokok tersebut terdapat senyawa
DDT, Vinyl chloride, Karbon monoksida, Polonium 210, dan bahkan nikotin.
Pada dasarnya DDT merupakan senyawa kimia yang terkandung dalam insektisida
untuk pertanian. Sehingga tidak mengherankan jika puntung rokok mampu membunuh
ulat secara cepat dibandingkan perlakuan yang lain. Pernyataan ini didukung
literatur CDC (2009) yang menyatakan bahwa DDT adalah senyawa yang terkandung
di dalam insektisida untuk pertanian.
Dari tabel diatas dapat kita lihat
bahwa ulat grayak yang mati seluruhnya secara cepat adalah perlakuan puntung
rokok, yaitu selama 2 hari. Sedangkan pada perlakuan kontrol sampai hari
terakhir pengamatan belum semua ulat grayak yang mati, perlakuan ekstrak daun
nimba dan ekstrak daun serai wangi menunjukkan pada hari ketiga seluruh ulat
grayak mati. Hasil ini membuktikan bahwa puntung rokok efektif sebagai
insektisida nabati karena ia banyak mengandung senyawa kimia yang dapat
membunuh serangga.
Pada perlakuan kontrol dapat kita
lihat bahwa ulat grayak sulit sekali mati. Bahkan sampai hari terakhir
pengamatan ulat grayak masih belum mati semua. Ulat grayak yang mati pada
perlakuan kontrol bukan disebabkan oleh racun atau senyawa kimia lainnya karena
pada perlakuan ini hanya diberikan air saja, selain itu kematian ulat pada
pelakuan kontrol tidak menunjukkan ciri yang sama dengan kematian ulat pada
perlakuan lainnya seperti menghitam, kering, dan busuk. Oleh karena itu dapat
kita lihat bahwa pengendalian ulat grayak tidak bisa dengan cara didiamkan saja
atau disemprot dengan air. Karena perlakuan seperti ini hanya akan merugikan
petani sayuran
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
1. Puntung
rokok dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan insektisida nabati
2. Insektisida
yang berasal dari puntung rokok lebih efektif dalam membunuh ulat grayak
dibandingkan dengan insektisida ekstrak daun nimba dan ekstrak serai wangi
3. Ulat
grayak yang paling cepat mati adalah ulat grayak yang diberi perlakuan
insektisida puntung rokok
Rekomendasi
Bagi
perokok aktif sebaiknya setelah merokok, puntung rokok dikumpulkan dalam suatu
wadah agar kandungan puntung rokok belum sempat mencemari lingkungan. Sehingga
puntung rokok dapat dimanfaatkan secara efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Admin. 2010. Kandungan asap rokok. Respiratory,
Jakarta. http://zulrose.tripod.com. [1
april 2011].
Admin1. 2010. Nikotin dan kesehatan.
Official website, Jakarta. http://www.blogdokter.net.
[1 april 2011].
Admin. 2008. Rokok. Official website, Jakarta. http://id.wikipedia.co.id. [1 april 2011].
Admin. 2010. Tar cigarettes affect health. Official
website, New jersey. http://www.ehow.com.
[1 april 2011].
DEPKESRI. 2004. Perokok pasif mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan perokok aktif. Direktorat jendral kesehatan masyarakat.
Direktorat promosi kesehatan.
Dwitagamal,
D. 2007. Kandungan rokok. Official website, Malaysia. http://bahayarokok.blogspot.com. 2009. [1 april 2011].
Hadiyani, Murti. 2010. Keracunan karbon monoksida.
Badan POM. Jakarta.
Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku akibat
Penggunaan Zat Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Penerbit EGC.
Jakarta.
Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan.
http://www.antirokok.or.id [online].
WHO. 2008. Who Report on the global tobacco
epidemic. WHO. USA.
Wijaya,
A. Pengganti rokok – cara mudah berhenti merokok. Official website, Jakarta. http://bahayamerokok.net. [1 april
2011].
Gandahusada dkk.
1988. Parasitologi Kedokteran. FK Universitas Indonesia, Jakarta.
Soedarto. 1992.
Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.