Monday, October 24, 2011

AKIBAT PEMILU YANG MUBAZIR


AKIBAT PEMILU YANG MUBAZIR
Oleh : Achmad Hambali Nst (AET 1)
Berkembangnya pemilu telah dimulai sejak masa pemerintahan orde baru. Pemilu merupakan singkatan dari pemilihan umum, yang makna resminya adalah proses pemilihan kader-kader bangsa untuk menduduki kursi pemerintahan secara umum dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Berdasarkan sistem pemerintahan Indonesia yang Demokrasi Pancasila, pemilu diadakan setiap empat tahun sekali, dan ketika pemilu itu sendiri tiba pesta demokrasi berlangsung dengan sangat meriah.
Pemilu hampir tiba ! 
Seperti yang sedang berlangsung di kota Medan ini, pemilihan walikota. Spanduk, brosur, baliho, bahkan kaos dan souvenir menjadi sasaran utama para calon walikota untuk berorasi, meminta dukungan, pada khalayak ramai. Tak perduli berapapun biaya untuk membuat spanduk dan sejenisnya, mereka menghabiskan uang berjuta-juta, bahkan bermilyaran. Pada akhirnya ketika walikota telah terpilih, spanduk, brosur, baliho, bahkan kaos dan souvenir menjadi sampah jalanan. Apalagi ketika ada kampanye di jalan-jalan besar kota medan, banyak sekali kita jumpai sampah-sampah yang nilai gunanya hampir tidak ada.
Seperti yang terjadi di sekitar kita saat ini, di setiap sudut jalan, di pohon-pohon besar, di tembok-tembok rumah, di mobil, di angkutan umum, bahkan di toilet-toilet umum sering kita jumpai stiker dengan gambar calon walikota yang wajahnya menyakitkan jiwa dengan pesan dukungan. Bukankah calon-calon tersebut adalah orang berpendidikan tinggi ? Dengan menghamburkan uang untuk mencetak brosur, stiker, dan pada akhirnya menjadi mubazir. Dimana letak keintelektualitasan para calon walikota itu?
Pemandangan kota Medan saat ini sedang rusak dan kacau balau, akibat pesta demokrasi yang keterlaluan sehingga menghancurkan lingkungan. Mungkin para calon walikota tidak perduli dengan masalah lingkungan, atau mereka sama sekali tidak tahu akan hal ini, atau mereka tidak mau tahu, atau mereka semua buta.
Banyak cara untuk berorasi dan meminta dukungan masyarakat selain dengan menggunakan media-media yang pada akhirnya menjadi sampah jalanan. Seperti melakukan debat politik terbuka dengan calon lainnya yang dihadiri oleh masyarakat, atau temu ramah serta berdiskusi dengan masyarakat, atau bisa juga OPEN HOUSE untuk membuat acara yang bersifat agamis dan mengundang masyarakat. Seperti kata pepatah, ‘banyak jalan menuju Roma’.
Inilah budaya berpikir Indonesia yang sangat dangkal. Sangat sulit untuk diubah, karena kita berpikir sulit. Sebagai generasi muda budaya pembodohan seperti ini harus di berantas. SAY NO TO STUPIDITY !

No comments:

Post a Comment