
UJI EFEKTIVITAS
BERBAGAI TUMBUHAN SEBAGAI
PESTISIDA NABATI
LAPORAN
|
OLEH:
ACHMAD HAMBALI NST
090301053
AGROEKOTEKNOLOGI 2B

LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK
APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI TUMBUHAN SEBAGAI
UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI TUMBUHAN SEBAGAI
PESTISIDA NABATI
LAPORAN
|
OLEH:
ACHMAD HAMBALI NST
090301053
AGROEKOTEKNOLOGI 2B
Laporan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Tes
di
Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian
Universitas
Sumatera Utara, Medan
Ditugaskan Oleh:
Dosen Penanggung Jawab
(Ir. Fatimah Zahara)
NIP:
195907101989 032001
Diperiksa Oleh:
Asisten Koordinator
(Sutiar, SP.)
Diperiksa Oleh:
Asisten Korektor
(Akhmad Fauzan)
NIM: 080302041
LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK
APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Catatan sejarah memberitahu kita
bahwa bahan kimia pertanian telah lama digunakan sejak zaman sebelum zaman
kristen. Catatan sejarah mesir kuno menyebutkan hemlock dan aconit di tahun
1200 sebelum masehi dan di 1000 sebelum masehi, sulfur disarankan oleh homer
untuk digunakan pada tanaman. Bangsa romawi kuno tahu bahwa dengan membakar
sulfur dapat mengendalikan hama. Bahan kimia pertama, baik itu insektisida
organik ataupun herbisida organik telah dipakai dan diproduksi di tahun 1900
an. Proses tersebut menjadi titik awal pemakaian dan pemroduksian pestisida
organik (Bohmont, 2009).
Menurut
peraturan pemerintah RI No 7 tahun 1973, yang dimaksud dengan pestisida ialah
semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan
untuk : memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan, mencegah hama-hama air,
memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Insektisida adalah zat/senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh
atau memberantas serangga (Pohan, 2004).
Pestisida nabati adalah pestisida
yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar,
daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara
lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil
pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan
dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari
bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan
sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan
secara tradisional, petani diseluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan
yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman
(Thamrin, dkk., 2011).
Tujuan
Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini
adalah untuk mengetahui efektivitas berbagai tumbuhan untuk mengendalikan ulat
grayak (Spodoptera litura) dan ulat
jengkal (Plusia asignata) sebagai
pestisida nabati.
Kegunaan
Penulisan
-
Sebagai salah satu syarat untuk dapat
mengikuti praktikal test dan lulus di Laboratorium Pestisida dan Teknik
Aplikasi, Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
-
Sebagai informasi tambahan bagi pihak
yang membutuhkan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pestisida
Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida
yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar,
daun, batang, atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara
lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil
pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan
dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari
bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan
sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan
secara tradisional, petani diseluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan
yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman
(Thamrin, dkk., 2011).
Penggunaan
insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama.
Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran,
dam mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping
(Kardinan, 2002).
Nimba
Tanaman nimba mengandung senyawa
bioaktif yang sangat potensial sebagai bahan pembuatan pestisida alami.
Kandungan racun yang terdapat pada tanaman nimba adalah azadirachtin, salanin,
meliantriol, dan nimbin yang terutama terdapat dalam biji dan daun tanaman. Zat
azadirachtin memiliki daya bunuh terhadap serangga hama. Tanaman nimba sangat
potensial sebagai pestisida biologi dalam program pengendalian hama terpadu
(PHT) atau pengendalian secara biologi, untuk mengurangi atau meminimalkan
penggunaan sintetis. Di luar negri pestisida yang berasal dari tanaman nimba
diperdagangkan dengan nama Neem oil, margosan, nemazal, dan azatin (Ramesh,
2010).
Racun Nimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu
hama pada proses metamorfosa, makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya.
Pestisida nabati mimba adalah pestisida yang ramah lingkungan, sehingga
diperbolehkan penggunakannya dalam pertanian organik (tercantum dalam SNI
Pangan Organik), serta telah dipergunakan di berbagai negara, termasuk Amerika
yang dikenal sangat ketat peraturannya dalam penggunaan pestisida, yaitu
diawasi oleh suatu badan yang disebut EPA (Environmental Protection Agency) (Kardiman, 2006).
Azadirachtin yang dikandung nimba berperan sebagai ecdyson blocker
atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang
berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada
proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva,
atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya
kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Kardiman, 2006).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang
mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri
belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari Nimba,
seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun
memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama
yang telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam
keadaan sakit (Kardiman, 2006).
Meliantriol berperan sebagai penghalau
(repellent) yang mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut.
Suatu kasus menarik terjadi ketika belalang Schistocerca Nimbin dan Nimbidin
berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida,
fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit
tanaman (Kardiman, 2006).
Serai
wangi
Minyak
serai wangi tergolong insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), insektisida
nabati mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari
lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan. Contoh insektisida nabati
adalah tanaman cengkih yang mengandung eugenol dan serai yang mengandung
senyawa sitronelal. Rizal (2008) menyatakan bahwa minyak cengkih bermanfaat sebagai
insektisida terhadap nyamuk Culex sp. Serai wangi bermanfaat sebagai
insektisida penolak nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti
(IPB, 2009).
Harris
(1987) menyatakan bahwa sitronela bersifat racun dehidrasi (desiscant)
saat kontak dengan serangga dan mati akibat kehilangan cairan terus menerus.
Mutchler (1991) diacu dalam Setyaningrum (2007) menerangkan bahwa mekanisme
kerja racun kontak sitronela adalah menghambat enzim asetilkolinesterase,
sehingga terjadi fosforilasi asam amino serin pada pusat asteratik enzim
bersangkutan. Gejala keracunannya timbul karena adanya penimbunan asetilkolin
yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan pernafasan,
dan kematian (IPB, 2009).
Secara
umum, minyak serai wangi digunakan dalam produk antiserangga berkisar antara
0.05% dan 15 %. Aplikasinya dapat dilakukan secara tunggal atau dikombinasikan
dengan minyak lavender, cengkih, bawang putih, dan minyak cedar (Barnard 2000).
Wahyuningtyas (2004) menyatakan bahwa minyak serai wangi pada konsentrasi 2.5%
dapat menolak nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. Kiswanti (2009) telah
melakukan uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap 25 ekor nyamuk Culex
quinquefasciatus. Hasil penelitiannya menunjukan jumlah nyamuk yang
jatuh setelah 6 jam dan dinyatakan mati, pada konsentrasi serai wangi 10%
adalah 26,67%, pada konsentrasi 15% adalah 52% dan pada konsentrasi 20%
mencapai 60% (IPB, 2009).
Hasil penelitian Sukma (2009),
yaitu obat nyamuk elektrik berbahan aktif minyak serai wangi memiliki
efektivitas sebagai anti nyamuk Aedes aegypti dengan LC90 adalah 25.63 ±
2.30%. Artinya, 90 % nyamuk yang mati dari 25 ekor nyamuk yang diujinya,
disebabkan oleh konsentrasi minyak serai wangi sebesar 25,63%. Selain itu,
hasil penelitian Pandia et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak serai
wangi dapat membunuh delapan dari 10 nyamuk Aedes aegypti selama
pengamatan 30 menit. Ini dilakukan dengan cara menyemprotkan 10% minyak serai
wangi yang dicampurkan dalam air. Rondonuwu dan Langi (2006), menyatakan bahwa
pada konsentrasi minyak serai wangi 0.25% cukup untuk membunuh larva nyamuk Aedes
spp. dan dapat mencegah nyamuk bertelur, serta memiliki daya penolakan
dalam radius kurang dari 1 m (IPB, 2009).
Tembakau
Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirrilidin yang terdapat
dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang bersifat adiktif dan dapat
mengakibatkan ketergantungan. Nikotin bersifat sangat adiktif dan beracun, tidak
berwarna. Nikotin yang dihirup dari asap rokok masuk ke paru-paru dan masuk ke
dalam aliran darah kemudian masuk ke dalam otak perokok dalam tempo 7-10
detik (Loren, 2009).
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5-3 nanogram,
dan
semuanya diserap sehingga di dalam
cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin
bukan merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari
nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosaminelah yang bersifat
karsinogenik. Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain
itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Seketika itu, nikotin
merangsang terjadinya sejumlah reaksi kimia yang mempengaruhi hormon dan
neurotransmitter seperti adrenalin, dopamine, dan insulin. Sehingga membuat
sensasi yang nikmat pada rokok seketika tetapi sensasi ini hanya berlangsung seketika (Loren, 2009).
Cengkeh
Tanaman cengkeh diketahui salah satu penghasil senyawa metabolik sekunder
yang dapat berfungsi sebagai pestisida nabati. Penggunaan senyawa eugenol
yang terdapat didalam daun, gagang dan bunga telah banyak dilaporkan efektif
untuk mengendalikan beberapa patogen penyebab penyakit seperti Fusarium oxysporum fsp vanillae, Fusarium effusum, Phytophthora
palmivora, Sclerotium rolfsii, Rigidoporus
lignosus dan
Rhizoctonia solani. Uji coba pada beberapa tanaman menunjukkan bahwa
produk cengkeh tersebut tidak toksik terhadap tanaman dan hewan serta
ada tendensi menstimulasi pertumbuhan tanaman (Sibarani, 2008).
Pengujian pengaruh tepung cengkeh (asal daun, gagang dan bunga ), minyak
dan komponen minyaknya ( eugenol, eugenol asetat dan ß-caryopyllene ) terhadap
pertumbuhan 5 isolat jamur patogen Phytophthora palmivora, 3 isolat Sclerotium spp, serta 1 isolat Rigidoporus lignosus. Pemberian tepung
bunga cengkeh
dengan konsentrasi 0,2 % sudah dapat menghambat pertumbuhan jamur sedangkan
tepung dan gagang cengkeh dapat menghambat pertumbuhan jamur pada
konsentrasi 0,4 % (Sibarani, 2008).
Tanaman
cengkeh adalah tanaman rempah, dimana bagian utama tanaman cengkeh yang paling
komersial adalah bunga cengkeh yang sebagian besar digunakan dalam industri
rokok yaitu berkisar 80-90%. Sementara untuk daun cengkeh belum termanfaatkan
secara maksimal dan masih dianggap limbah yang kurang berguna. Padahal daun
cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1- 4%. Dengan kandungan tersebut
memungkinkan untuk dilakukan penyulingan minyak yang terkandung didalamnya, sehingga
l imbah tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Nuryoto, dkk., 2011).
Cengkeh
merupakan tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di tingkat petani.
Tanaman ini banyak mengandung minyak atsiri yang mempunyai nilai jual tinggi.
Minyak atsiri diperoleh melalui proses ekstraksi maupun penyulingan bagian daun
atau bunga cengkeh. Minyak tersebut diketahui mengandung sampai dengan 80%
eugenol dan berdasarkan uji laboratorium dan rumah kaca diketahui sangat
efektif membunuh nematode puru akar, M. incognita (Hendayana, 2010).
Ulat
Grayak (Spodoptera litura)
Menurut
Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai
berikut Kingdom Animalia, Filum
Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Lepidoptera, Famili Noctuidae, Subfamili Amphipyrinae,
Genus Spodoptera, Species Spodoptera litura F.
Telur berbentuk hampir bulat dengan
bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna
coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25-500
butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok
telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian
ujung ngengat betina. Lama stadium telur 3-5 hari (Anonimous, 2008).
Ulat yang baru menetas berwarna
hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup
berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, larva
menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Dan ulat membuat
lubang pada daun. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan
menyerang tanaman pada malam hari. Umumnya larva mempunyai titik hitam arah
lateral pada setiap abdomen. Lama stadium larva 6 – 13 hari (Anonimous, 2008).
Larva
berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon)
berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm. Lama stadium larva 10 – 14 hari
(Erwin, 2000).
Pupa berwarna kecoklatan berada
dalam tanah atau pasir. Pada bagian ventral, abdomen segmen terakhir pupa
jantan, dijumpai dua titik yang agak berjauhan. Titik yang ada di sebelah atas
adalah calon alat kelamin jantan sedang titik yang di bawahnya adalah calon
anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang saling berdekatan (Sudarmo, 1992).
Larva Spodoptera litura F.
disebut juga dengan ulat grayak. Ngengat meletakkan telur dalam satu paket pada
permukaan daun bagian bawah sejak tanaman baru menghasilkan 4 – 5 daun. Saat
keluar dari telur, ulat hidup bergerombol disekitar paket sampai dengan instar
ke-3, dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-4
ulat menyebar ke bagian tanaman atau ke tanaman sekitarnya (Subandrijo dkk., 1992).
Ulat
Jengkal (Plusia asignata)
Bersifat polifag. Antara lain kacang tanah, kedelai, jagung,
kentang dan tomat. Stadia telur 3 – 4 hari. Ulat
yang baru menetas berwarna bening dengan kepala hitam, kemudian setelah
makan berwarna hijau. Ukuran larva 30 m Kepongpong di permukaan daun, ditutupi rumah kepongpong.
6 – 11 hari. Betina mampu bertelur 442 – 598 butir (Tim LPHPT, 2012).
Pengendalian
organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida
biologi dan agensia hayati merupakan terobosan baru yang perlu dikembangkan dan
ditindaklanjuti. Hal tersebut penting karena dewasa ini sangat dirasakan adanya
perubahan ekosistem tumbuhan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhannya dan
menguntungkan bagi organisme pengganggu tanaman. Cara pengendalian tersebut
diatas merupakan suatu usaha pengendalian yang sesuai dengan prinsip
pengendalian hama terpadu (PHT) dan dipandang lebih aman dan akrab dengan
lingkungan (Anonimous, 1999).
Beberapa
tanaman telah diakui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik
atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang
mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan
serangga, sistem pencernaan atau mengubah prilaku serangga (Supriyatin dan
Marwoto, 2000).
Senyawa
alkaloida utama dari daun tembakau adalah nikotin yang terikat dengan asam
malat dan asam sitrat. Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam tembakau
adalah amin, pirol, piridin, serta alkaloida nornikotin dan anabasin. Sifat
lain yang dimiliki oleh nikotin dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk
pembuatan insektisida. Kebutuhan insektisida dalam bidang pertanian mendorong
untuk mencari bahan dasar pembuatan insektisida termasuk senyawa nikotin
(Anonimous, 2011).
Pestisida
sintetik dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinya
pencemaran pada tanah, air, udara. Mengacu pada hal tersebut maka salah satu
solusi yang ditempuh adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang sifatnya
ramah terhadap lingkungan. Selain itu penggunaan pestisida nabati dinilai
sangat ekonomis karena bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati
mudah diperoleh dan biaya yang dibutuhkan relatif murah sehingga petani dapat
menekan biaya produksi (Nurjannah, 2010).
BAHAN
DAN METODE
Tempat
dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium
pestisida dan teknik aplikasi prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan setiap
hari dimulai dari 24 Maret 2012 sampai dengan 28 Maret 2012.
Bahan
dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah daun
nimba sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati, daun serai wangi sebagai
bahan utama pembuatan pestisida nabati, daun cengkeh sebagai bahan utama
pembuatan pestisida nabati, daun tembakau sebagai bahan utama pembuatan
pestisida nabati, air sebagai bahan tambahan pembuatan pestisida nabati, hama Spodoptera litura sebanyak 32 ekor
sebagai objek percobaan, hama Plusia
asignata sebanyak 32 ekor sebagai objek percobaan, deterjen 2 bungkus
sebagai bahan perekat pada pestisida nabati sebanyak 2,2 gram, daun Kol segar 1
buah sebagai makanan hama yang diamati
Adapun alat yang digunakan adalah blender
/ mortal dan alu sebagai alat penghancur bahan utama pestisida nabati, beaker
glass sebagai gelas takaran dalam pencampuran larutan, stoples sebagai tempat
objek amatan yang kita ujikan dengan pestisida nabati, kain kasa sebagai
penutup stoples agar objek amatan tidak keluar dari stoples dan dapat membantu
objek amatan bernapas sebab udara dalam stoples masih ada, handsprayer sebagai
alat penyemprot pestisida nabati, tissue makan putih sebagai alat untuk
mengelap kotoran, gunting sebagai alat untuk memotong kain kasa, masker sebagai
alat untuk melindungi si pengamat dari bau menyengat hama maupun pestisida, sarung
tangan sebagai alat untuk melindungi tangan si pengamat.
Prosedur
Percobaan
a.
Persiapan
ekstrak daun
-
Dihaluskan daun tanaman tersebut dengan
blender
-
Diaduk setelah halus merata dengan air
lalu direndam selama 12 jam
-
Disaring larutan tersebut kemudian
dengan kain kasa dan diambil ekstraknya
-
Dimasukkan larutan tersebut ke dalam
handsprayer ke dalam handsprayer dan ditambahkan deterjen sebanyak 2,2 gram
b.
Persiapan
hama yang akan disemprot
-
Diambil 2 buah stoples
-
Dimasukkan daun kol Stoples pertama dan
juga dimasukkan Spodoptera litura sebanyak 4 ekor
kemudian insektisida botani yang telah disiapkan dimana perlakuan ini sebagai
insektisida botanis yang bersifat kontak
-
Dimasukkan kol yang terlebih dahulu
direndam dengan insektisida botani selama 5 menit Stoples kedua, kemudian
dimasukkan ulat Spodoptera litura sebanyak
4 ekor dimana perlakuan ini sebagai insektisida botani yang bersifat racun
perut
-
Dilakukan perlakuan yang sama pada hama Plusia asignata
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hari pertama (26 Maret 2012) – Kontak
No
|
Jenis Pestisida
|
Tanda
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
*
|
0
|
4
|
Spodoptera masih segar dan aktif bergerak
|
#
|
3
|
1
|
Plusia mati 1 dan berwarna gosong, yang hidup
berwarna hijau segar
|
||
2.
|
Cengkeh
|
*
|
0
|
4
|
Spodoptera hidup dan sedikit lemas
|
#
|
4
|
0
|
Plusia mati semua dengan gejala kering
|
||
3.
|
Tembakau
|
*
|
0
|
4
|
Spodoptera masih segar semua tanpa tampak gejala
|
#
|
2
|
2
|
Plusia yang mati gosong
|
||
4.
|
Nimba
|
*
|
0
|
4
|
Spodoptera masih bergerak aktif
|
#
|
4
|
0
|
Plusia menghitam dan mati mengering sangat
mengenaskan
|
Hari Pertama (26 Maret 2012) – Sistemik
No
|
Jenis Pestisida
|
Tanda
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
*
|
1
|
3
|
Spodoptera masih aktif bergerak
|
#
|
2
|
2
|
2 Plusia mati dan 1 hancur. Plusia yang masih
hidup sangat lemas
|
||
2.
|
Cengkeh
|
*
|
1
|
3
|
Spodoptera masih aktif bergerak
|
#
|
3
|
1
|
Kebanyakan Plusia mati hancur, berlendir didasar
toples
|
||
3.
|
Tembakau
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera yang mati menghitam
|
#
|
2
|
2
|
Plusia kuning didasar stoples dan berlendir
|
||
4.
|
Nimba
|
*
|
1
|
3
|
Spodoptera yang hidup masih bergerak aktif
|
#
|
3
|
1
|
Plusia, terdapat ulat yang membentuk pupa tapi
pupanya mati
|
Hari kedua (27 Maret 2012) – Kontak
No
|
Jenis Pestisida
|
Tanda
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera yang mati melebur dan berlendir
|
#
|
3
|
1
|
Plusia mati berwarna kuning berlendir
|
||
2.
|
Cengkeh
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera yang mati menghifa menggulung dan
berlendir
|
#
|
4
|
0
|
Plusia mati semua dengan gejala kering
|
||
3.
|
Tembakau
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera yang mati menghitam berlendir
|
#
|
3
|
1
|
Plusia yang mati berlendir, hidup telah lemas
|
||
4.
|
Nimba
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera menggulung menghitam berlendir
|
#
|
4
|
0
|
Plusia mati seluruhnya, menguning dan berlendir
|
Hari kedua (27 Maret 2012) – Sistemik
No
|
Jenis Pestisida
|
Tanda
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
*
|
3
|
1
|
Spodoptera menghitam dan kering
|
#
|
3
|
1
|
Plusia yang mati menguning berlendir di bawah
stoples
|
||
2.
|
Cengkeh
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera menghitam dan mengering
|
#
|
3
|
1
|
Plusia berlendir
|
||
3.
|
Tembakau
|
*
|
3
|
1
|
Spodoptera hitam menggulung
|
#
|
4
|
0
|
Plusia mati seluruhnya dengan gejala berlendir
|
||
4.
|
Nimba
|
*
|
2
|
2
|
Spodoptera hitam dan menguning
|
#
|
4
|
0
|
Plusia mati seluruhnya dengan gejala berlendir
|
Hari Ketiga (28 Maret 2012) – Kontak
No
|
Jenis Pestisida
|
Tanda
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
|
4
|
0
|
Semua ulatnya mati sehingga dapat diambil simpulan
ini efektif
|
|
4
|
0
|
|||
2.
|
Cengkeh
|
|
4
|
0
|
Semua ulat , baik Spodoptera ataupun Plusia mati
seluruhnya
|
|
4
|
0
|
|||
3.
|
Tembakau
|
|
4
|
0
|
Seluruh ulat yang dipraktikumkan baik Spodoptera
atau Plusia mati semua
|
|
4
|
0
|
|||
4.
|
Nimba
|
|
4
|
0
|
Semua Ulat mati seluruhnya
|
|
4
|
0
|
Hari ketiga (28 Maret 2012) – Sistemik
No
|
Jenis Pestisida
|
Jumlah yang mati
|
Jumlah yang hidup
|
Keterangan
|
1.
|
Serai Wangi
|
4
|
0
|
Seluruh ulatnya menunjukkan gejala kematian massal
|
4
|
0
|
|||
2.
|
Cengkeh
|
4
|
0
|
Semua objjek yang diamati berhasil dimusnahkan
dengan pestisida nabati
|
4
|
0
|
|||
3.
|
Tembakau
|
4
|
0
|
Semua ulatnya mati walaupun pada Plusia ada pupa
yang terbentuk dan mati
|
4
|
0
|
|||
4.
|
Nimba
|
4
|
0
|
Semua Ulat mati seluruhnya
|
4
|
0
|
* =
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
# =
Ulat Jengkal (Plusia asignata)
Pembahasan
Berdasarkan
hasil yang diperoleh, pada hari pertama Spodoptera
litura masih banyak yang aktif bergerak, sedangkan Plusia asignata hampir semuanya mati, baik secara sistemik ataupun
kontak. Terutama pada Plusia, pemakaian pestisida nabati secara kontak lebih
efektif dilakukan karena banyak yang mati. Sedangkan Spodoptera lebih efektif
secara sistemik karena dengan cara itu banyak Spodoptera yang mati.
Berdasarkan
hasil yang diperoleh, pada hari kedua ulat yang mati bertambah, baik secara
kontak ataupun sistemik. Ini disebabkan karena pada tanaman yang dijadikan
sebagai bahan utama pembuatan pestisida nabati mengandung bahan-bahan kimia
yang dapat membunuh, menarik atau menolak serangga. Hal ini sesuai dengan
literatur Supriyatin dan Marwoto (2000) yang menyatakan bahwa beberapa tanaman
telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik atau
menolak serangga.
Berdasarkan
hasil pengamatan padahari ketiga, seluruh ulat yang diamati mati semua.
Terutama pestisida nabati yang berbahan utama daun nimba merupakan pestisida
yang peling efektif untuk menangani Plusia. Karena dalam naun nimba terdapat
senyawa bioaktif yang sangat potensial dalam membunuh serangga yaitu
azadirachtin. Hal ini sesuai dengan literatur Ramesh (2010) yang menyatakan
bahwa tanaman nimba mengandung senyawa bioaktif yang sangat potensial sebagai
bahan pembuatan pestisida alami karena ia mengandung azadirachtin yang dapat
membunuh serangga.
Berdasarkan
pengamatan hari pertama sampai terakhir, terlihat bahwa hama Spodoptera
memiliki daya tahan tubuh yang lebih tinggi dari Plusia. Karena pada tabel
hasil tampak hari pertama pada hama Spodoptera belum menunjukkan gejala melemas,
sedangkan pada Plusia bahkan hari pertama sudah ada yang mati. Hal ini
menunjukkan bahwa daya tahan tubuh Spodoptera lebih tinggi dari Plusia.
Penggunaan
pestisida nabati ini memiliki banyak keuntungan. Diantaranya adalah mudah
didapat, aman terhadap musuh alami dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Hal ini
sesuai dengan literatur Kardinan (2002) yang menyatakan bahwa insektisida
nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran dan mudah
terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Pada hari pertama perbandingan hasil
yang ditunjukkan antara pestisida nabati kontak dan sistemik adalah pestisida
nabati sistemik lebih efektif membunuh serangga
2.
Plusia
asignata lebih cepat mati daripada Spodoptera litura
3.
Pada hari terakhir pengaplikasian
pestisida nabati seluruh ulat yang diuji cobakan mati
4.
Pestisida nabati adalah pestisida yang
bahan aktifnya berasal dari tumbuhan
5.
Penggunaan pestisida nabati pada hama Plusia asignata dan Spodoptera
litura cukup efektif untuk skala kecil.
Saran
Dalam penyimpanan pestisida nabati
sebaiknya di dalam kulkas agar pestisida tersebut tidak mudah basi dan bisa
digunakan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous. 1999. Bahan-bahan nabati yang
dapat digunakan sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman. Diunduh dari http://faperta.uns.ac.id.
pada tanggal 27 Maret 2012.
Anonimous,
2008. Cara Pengendalian Penggunaan
Insektisida Pada Tanaman Hortikultura. Diunduh dari :
http://72.14.235.132/search?q= cache:8nZ049CeH9wJ:one.indoskripsi.com/click/3090/0+cara+pengendalian+penggunaan+insektisida+pada+tanaman+hortikultura&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id.
Pada tanggal : 20 Februari 2009.
Anonimous.
2011. Rokok dan Kandungannya. Diunduh dari http://usu.ac.id. pada tanggal 27
Maret 2012.
Bohmont,
B.L. 2009. The Standard Pesticide User’s Guide. Pearson prentice hall, Ohio.
Erwin,
2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli.
Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.
Hendayana,
D. 2010. Mengenal tanaman bahan pestisida nabati.IDEP Foundation. ISBN:
979-15305-0-5. PPL, Cianjur.
IPB.
2009. Insektisida Alami. Diunduh dari http://ipb.ac.id pada tanggal 22 mei 2012
.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kardiman,
A. 2006. Mimba dapat merubah prilaku hama. Sinar Tani edisi 4 april 2006. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Kardinan,
A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi (cetakan ke 4). Penebar Swadaya,
Jakarta.
Loren,
J. 2009. Gambaran Pengetahuan dan sikap mahasiswa fakultas kedokteran
universitas sumatera utara terhadap rokok. Skripsi. USU, Medan. Pp.27-28.
Nurjannah,
R. 2010. Uji efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai pestisida nabati terhadap pengendalian
hama tanaman sawi (Brassica juncea
L.). Skripsi. Universitas Muhammaddiyah, Surakarta.
Nuryoto.,
Jayanudin dan R. Hartono. 2011. Karakterisasi minyak atsiri dan limbah daun
cengkeh. Jurnal. ISSN 1693-4393. Universitas Sultan ageng tirtayasa,
Yogyakarta.
Pohan,
N. 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id.
pada tanggal 22 mei 2012. USU, Medan.
Ramesh,
C.S. 2010. Pengembangan tanaman pestisida nabati jenis nimba. Diunduh dari http://deptan.go.id.
pada tanggal 27 Maret 2012.
Sibarani,
F.M. 2008. Uji efektivitas beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan
penyakit antraknosa (Colletotrichum
capsici) pada tanaman cabai (Capsicum
annuum L.) di lapangan. Skripsi. USU, Medan. Pp:21-22.
Supriyatin
dan Marwoto. 2000. Efektivitas beberapa bahan nabati terhadap hama perusak daun
kedelai. Pengelolaan sumber daya lahan dan hayati pada tanaman kacang-kacangan
dan umbi-umbian. PPTP, Malang.
Subandrijo,
S.H., Istdijoso dan Suwarso, 1992. Pengendalian
Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Departemen Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang, Indonesia.
Sudarmo,
S., 1992. Tembakau. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. Halm 26.
Tim
LPHPT. 2012. OPT penting kacang tanah dan pengendaliannya. Laboratorium
pengamatan hama dan penyakit tanaman, Banyumas.
Thamrin,M.,
S. Asikin, Mukhlis dan A. Budiman. 2011. Potensi ekstrak Flora lahan rawa
sebagai pestisida nabati. Skripsi . Balai penelitian pertanian lahan rawa,
Kalimantan. Pp:35-54.