PENGELOLAAN
HAMA TERPADU Valanga nigricornis
Burm. (Orthoptera ; Acrididae)
DENGAN
MUSUH ALAMI Stagmomantis carolina (Orthoptera
; Mantidae) PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
OLEH:
ACHMAD
HAMBALI NST 090301053
DINA
ARSYI FAZRIN 090301020
MAULANA
AZOMY PANE 090301049
M.
ARDIANSYAH 090301051
MUHAMMAD
ARIF SETIAWAN 090301054
KELOMPOK
V
AGROEKOTEKNOLOGI
1 B
LABORATORIUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
DEPARTEMEN
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
PENGELOLAAN HAMA TERPADU Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae) DENGAN MUSUH ALAMI Stagmomantis carolina (Orthoptera ;
Mantidae) PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
OLEH:
ACHMAD
HAMBALI NST 090301053
DINA
ARSYI FAZRIN 090301020
MAULANA
AZOMY PANE 090301049
M.
ARDIANSYAH 090301051
MUHAMMAD
ARIF SETIAWAN 090301054
KELOMPOK
V
AGROEKOTEKNOLOGI
1 B
Laporan Sebagai
Salah Satu Syarat
Untuk Dapat Mengikuti
Praktikal Tes di Laboratorium
Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Dosen
Penanggungjawab Laboratorium
(
Ir. Lahmuddin, MP )
NIP
: 19551121 198103 1 002
Disetujui Oleh : Diperiksa Oleh :
Asisten Koordinator
Asisiten Korektor
(Denny
Irawan) (Fadillah Subhan, SP.)
NIM : 070302043
LABORATORIUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
DEPARTEMEN
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman
semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal,
meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan
lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung
tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada
bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang.
Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat
inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan
suhu (Subekti, dkk., 2011).
Deptan (1977)
melaporkan beberapa hama utama jagung antara lain lalat bibit (Atherigona
exigua Skin), ulat Agrotis (Agrotis sp.), ulat daun (Prodemia litura F), penggerek
daun (Sesamia infens WLK), ulat tanah (Lencenia unicapuncia, HAW)
dan ulat tongkol (Heliothis armigera). Walaupun belalang (grasshopper)
tidak termasuk salah satu hama utama, namun kerusakan yang ditimbulkan dapat
mempunyai arti ekonomi yang penting. Di Kabupaten Jeneponto hama ini menyerang
tanaman jagung pada MK 2004/2005. Bila hama ini ditemukan dalam jumlah lebih
dari 8 ekor belalang/are, maka pencegahan harus secepatnya dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana dampak serangan belalang
terhadap pendapatan petani jagung (Setiawati, dkk, 2004).
Pengembangan jagung di Indonesia
khususnya di Sulawesi sedang digalakkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri maupun untuk tujuan ekspor yang dikenal dengan istilah Celebes Corn Belt
(CCB) (Subandi et al., 2005). Meningkatnya kebutuhan jagung di Indonesia
ternyata tidak diikuti oleh peningkatan produksi (Prihatman, 2000).
Demikian pula predator (musuh alami)
sangat tergantung munculnya hama tanaman seperti Ulat Grayak (Spodoptera), Penggerek
tongkol (H.armigera) dan Penggerek batang (O. furnacalis). Pengaruh
padat populasi predator terhadap intensitas serangan sangat berkorelasi
positif. Pada kondisi padat populasi predator yang banyak, biasanya intensitas
serangan hama tanaman juga banyak. Hal ini disebabkan karena pada populasi
predator berpengaruh dalam hal kondisi hama untuk
memperoleh makanan yang meletakkan telur (Agus dan Najamuddin,
2008).
Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui pengelolaan hama terpadu Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae) dengan musuh
alami Stagmomantis carolina
(Orthoptera ; Mantidae) pada tanaman jagung (Zea
mays L.)
Kegunaan Penulisan
-
Sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Praktikal Test di Laboratorium Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu
Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan.
-
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2005) sistimatika tanaman jagung adalah sebagai
berikut:
Kingdom
:
Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Graminales
Familia
: Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea
mays L.
Setelah
perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Kelompok akar
sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar
yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang
amat lebat, yang memberi hara pada tanaman. Akar layang penyokong memberikan
tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara. Akar layang
ini, yang tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan
tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Batang jagung tegak dan mudah
terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum.
Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk
roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku.
Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Steenis, 2005).
Daun
terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung
daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian dibatasi oleh spicula yang
berguna untuk menghalangi masuknya air hujan/embun ke dalam pelepah daun
(Rukmana, 1997).
Pembungaan
dengan anak bulir berkelamin 1 serumah. Yang jantan terkumpul pada ujung batang
menjadi bulir yang rapat, yang betina menjadi bulir yang solitair, berdiri
sendiri, di ketiak daun, berbentuk tongkol. Anak bulir jantan tertancap
berpasangan atau tiga. Benag sari 3. Anak bulir betina dalam 8 baris vertikal
atau lebih dan terkumpul berpasangan (Steenis, 2005).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun
pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang
bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam
barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20
baris biji (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998).
Biji
terletak pada tongkol atau janggel yang tersusun memanjang. Pada
tongkol/janggel tersimpan biji-bji jagung yang menempel erat sedangkan pada
buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus
(kelobot) pada setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol. Biji jagung
memiliki bermacam-macam bentuk dan bervariasi (Aak, 1993).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah hujan ideal
sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian
biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau
menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu
optimum antara 230 C - 300 C (Anonimous1,
2011).
Tanah
Jagung tidak memerlukan
persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan
berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik,
kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8
%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m
dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl. (Anonimous1,
2011).
Meskipun
idealnya memerlukan pH 6,8 tetapi jagung bisa toleran terhadap lahan tanaman pH
5,5 – 7.0. Apabila ada tanah yang pH nya terlalu rendah bisa dinaikkan dengan
menaburkan kapur. Kemudian agar lebih efisien, aplikasinya bisa dilakukan
bersama dengan pengolahan lahan. Setelah penaburan, lahan dicangkul dan disiram
agar kapur bisa tercampur secara merata. Kebutuhan kapur sangat bergantung pada
nilai pH awal lahan. Sebagai patokan, untuk satu hektar lahan yang memiliki pH
5,0 dibutuhkan kapur antara 2 sampai 4 ton. Apabila pH lahan terlalu tinggi
atau basa, maka dapat diturunkan dengan menaburkan belerang. Namun hal ini
dilakukan jika nilai pH lahan memang sangat tinggi yakni 8,0 atau 9,0 (Anonimous1,
2011).
Hama
Belalang Kayu (Valanga nigricornis
Burm.)
Menurut Ma’rufah, dkk (2008)
taksonomi dari belalang kayu adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo :
Orthoptera
Famili :
Crididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis Burm.
Valanga
nigricornis (Burm) adalah belalang berukuran besar
yang hidup di semak-semak dan pepohonan. Belalang ini dapat melakukan
reproduksi dengan cepat dan melakukan migrasi secara besar-besaran. Secara
morfologis belalang ini dapat dikenali dari duri yang tumbuh di bagian bawah
dari prosternum dan lebih kecil pada bagian anterior dibandingkan posterior (Rukmana,
1997).
Pada bagian femur
biasanya terdapat sepasang bercak hitam (Kalshoven, 1981). Antena pendek,
hypognatus tidak memanjang ke belakang. Femur kaki belakang membesar, ukuran
tubuh betina lebih besar di banding dengan yang jantan, panjang tubuh betina
58-71 mm sedangkan jantan 49-63 mm (Rukmana, 1997).
Belalang ini bertelur
pada awal musim kemarau dan akan menetas pada awal musim hujan yaitu bulan
Oktober dan November. Telur dimasukkan dalam tanah dengan kedalaman 5-8 cm,
bungkusan berisi massa berbusa yang kemudian memadat dan kering berwarna
coklat. Telur ini berukuran 2-3 cm (Sudarmo, 2000).
Belalang ini hidup di
daerah panas yang banyak tumbuh-tumbuhannya, menyukai tanaman tunggal misalnya
kopi, karet, dan sawah atau lading terbuka. Pusat penyebarannya belum diketahui
pasti, tetapi banyak tersebar di Indonesia bagian barat pada dataran rendah
0-600 m dpl (Borror dan White, 1970).
Daur
Hidup Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.)
Daur hidup Valanga nigricornis termasuk pada kelompok metamorfosis
tidak sempurna. Pada kondisi laboratorium (temperatur 28 °C dan kelembapan 80 %
RH) daur hidup dapat mencapai 6,5 bulan sampai 8,5 bulan. Fekunditas
rata-ratanya mencapai 158 butir. Keadaan yang ramai dan padat akan memperlambat
proses kematangan gonad dan akan mengurangi fekunditas (Syamsudin, 2007).
Metamorfosa sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui
tiga stadia yaitu telur, nimfa, dan dewasa (imago). Bentuk nimfa dan
dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran
tubuhnya (Bailey, 2004).
Umumnya belalang V.
Nigricornis bertelur pada awal musim kemarau. Telur dimasukkan ke dalam tanah
sedalam 5-8 cm. Telur tersebut di bungkus dengan assa busa yang kemudian
mengering dan memadat, bewarna cokelat dengan panjang 2-3 cm. Lama penetasan
12-15 hari. Telur bewarna cokelat kekuningan, berbentuk sosis, dengan diameter
berkisar 1mm ( Pracaya , 1995).
Nimfa yang baru
menetas, bewarna kuning kehijauan dengan bercak hitam. Nimfa tersebut keluar
dari tanah, lalu naik ke tanaman jagung dan menghabisi daging daun jagung .
Nimfa mengalami lima kali instar, lamanya 48-57 hari. Nimfa yang beru menetas
panjangnya berkisar 8 mm dan lebar 3 mm, warna mula-mula putih dan berubah
menjadi merah orange atau merah bata. Nimfa yang sempurna panjangnya 35 mm dan
lebar 28 mm (Pracaya , 1995).
Setelah menjadi imago,
belalang ini akan terbang mencari makanan ke tempat lain. Perkawinan di lakukan
di atas pohon setelah kawin betina terbang ke tanah mencarri tempat bertelur.
Bila ada angin, belalang kayu bisa terbang sejauh 3km-4km. Tanah untuk bertelur
dipilih tanah gembur dan terbuka, tidak penuh dengan tanaman. V.nigricornis
berantena pendek, protonum tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas tiga buah,
femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Metamorfosa sederhana yaitu
telur-nimfa-dewasa (Pracaya , 1995).
Gejala
Serangan Belalang Kayu (Valanga
nigricornis Burm.)
Belalang
kayu, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-daun
tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa
biasanya memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di
antara tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun.
Kerusakan tanaman biasanya ini tidak serius, tetapi kerusakan daun ini pasti
berpengaruh terhadap produktifitas tanaman yang diserang. Jika serangan tanaman
ini serius, daun tanaman jagung yang diserang akan rusak bahkan habis dimakan
(Surachman dan Agus, 1998).
Hama belalang kayu (Valanga
nigricornis Burm.) menyerang terutama pada bagian daun, daun terlihat rusak
karena terserang oleh hama tersebut. Jika populasinya banyak dan belalang
sedang dalam keadaan kelaparan, hama ini bisa menghabiskan daun-daun
sekaligus dengan tulang-tulangnya
(Surachman dan Agus, 1998).
Pengelolaan Hama
Terpadu Belalang Kayu (Valanga
nigricornis Burm.)
Kembali pada perumusan masalah bahwa
metode yang dibutuhkan adalah metode yang tepat guna serta aman bagi
lingkungan, serta berorientasi pada sistem-Berkelanjutan maka metode yang
direkomendasikan membutuhkan waktu yang lama untuk berproses sampai secara
nyata berhasil dalam penanggulangan hama (Bailey, 2004).
Menurut Cranshaw
dan Capinera (2003) ada beberapa cara yang dapat dijadikan alternatif
penyelesaian belalang tersebut yakni :
a. Pembersihan lahan
Mengingat bahwa secara ekologi hama
belalang ini mempunyai siklus hidup hidup awal di sekitar hutan, maka dapat
dilakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan dilakukan dengan pembakaran
sampah ataupun seresah di sekitar hutan. Tindakan ini dilakukan mengingat bahwa
sebagian besar belalang meletakkan telur -di dalam tanah. Pembersihan lahan
dilakukan dengan tindakan pengawasan karena dapat menyebabkan kebakaran hutan.
b. Peningkatan keanekaragaman tanaman.
Peningkatan kenekaragaman merupakan
suatu cara untuk mengalihkan kesukaan makan dari belalang. Belalang juga suka
makan gulma. Melalui pengamatan, dapat ditemukan gulma mana yang menarik hama
serangga. Gulma tersebut dapat ditumbuhkan dengan sengaja untuk menarik
belalang menjauh dari tanaman pertanian Anda. Kemudian, hama berikut gulma
tersebut bisa dibuang, digunakan sebagai pakan ternak, atau dijadikan kompos.
c. Penggunaan agen pengendali hayati (predator alami)
Secara ekologi, tumbuh pesatnya suatu
populasi dari mahluk hidup akan merangsang ataupun memicu pesatnya pertumbuhan
populasi dari predator mahluk hidup tersebut. Dalam hal ini kita harus
memanfaatkan peranan alami dari predator hama belalang ini. Penggunaan
pengendali hayati atau musuh alami sudah dikenal cukup luas oleh masyarakat
lewat kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Musuh
alami dari hama belalang ini antara lain Cendawan metarhizium yang menyerang
nimpha/ belalang muda ataupun belalang sembah (Stagmomantis carolina). Spora cendawan yang melekat dapat menjadi
penyebab kematian nimpha. Sejenis tawon atau tabuhan (Scelie javanica)
yang memarasit telur dari belalang.
Predator larva kumbang endol (Mylabris
pustulata) dan larva kumbang ereng (Epicaulita ruficeps) sebagai
pemangsa telur belalang Lalat parasit Tachinidae menyerang belalang dewasa.
d. Menggunakan pestisida nabati
Apabila
hama sudah mencapai jumlah populasi yang sangat tinggi dan tidak dapat
ditanggulangi secara aekologi (menggunakan peranan alami dari agroekosistem)
maka langkah yang patut dicoba adalah penggunaan pestisida nabati. Salah satu
tanaman yang memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati
yaitu daun sirsak. Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan
biji. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin
dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki
keistimewaan sebagai anti-feedent (Cranshaw and Capinera, 2003).
Dalam hal
ini, hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang
disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa
mengakibatkan hama serangga menemui ajalnya. Ekstrak daun sirsak dapat
dimanfaatkan untuk menanggulangi hama belalang dan hama-hama lainnya (Cranshaw
and Capinera, 2003).
Musuh Alami Belalang Sembah
Stagmomantis carolina Menurut Pracaya (1995) klasifikasi belalang
sembah adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Mantodea
Family
: Mantidae
Genus
: Stagmomantis
Spesies : Stagmomantis carolina
Hubungan grup serangga, mantis melewati tiga tahap
metamorphosis: telur, nimfa, dewasa ( Mantis termasuk dalam golongan serangga
hemimetabola ) (Pracaya, 1995).
Mantis adalah belalang besar. Belalang ini termasuk serangga
dalam golongan karnivora, yang termasuk dalam family mantids. Ada sekitar 2200
dalam 9 family spesies mantids. Carolina mantids berasal dari Negara bagian
timur. Ada 3 tipe mantids di Negara bagian timur yakni European mantid (Mantis
religiosa), Carolina mantid (Stagmomantis carolina) and Chinese mantid
(Tenodera aridifolia sinensis) (Syamsudin, 2007).
Hampir 2200 spesies
dalam 9 famili, mantids dibagi-bagi secara luas pada daerah tropis, subtropik,
dan pada daerah bersuhu panas di dunia. Spesies yang hidup berbeda-beda pada
setiap bagian Negara seperti Amerika utara dan selatan, Afrika selatan, Eropa,
Asia bagian selatan dan beberapa bagian di Australia. Belalang pada bagian
Australia utara biasanya berwarna hijau atau coklat (Syamsudin, 2007).
Daur
Hidup Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Hubungan grup serangga, mantis melewati tiga tahap
metamorphosis: telur, nimfa, dewasa ( Mantis termasuk dalam golongan serangga
hemimetabola ) (Pracaya, 1995).
Diperkirakan umur telur sekitar 3-6 bulan. Telur menetas
sekitar diatas beberapa minggu. Ootheca akan menggantung sedikitnya 5 cm diatas
sangkar. Ketika telur menetas, cara bergantung mereka dengan memasang benang
dari ootheca sampai kulit mereka keras. Nimfa akan berganti kulit 6-7 seri
sebelum mereka menjadi dewasa. Pada saat molting, nimfa menggantungkan atau
meninggalkan kulit lama pada ranting atau batang dengan meninggalkan perekat
sehingga ada robekan dan basah pada thorax dan kembali lagi menjadi punggung.
Kegiatan molting ini dilakukan secara perlahan, jika tidak nimfa akan mati.
Antara nimfa dengan dewasa, struktur tubuhnya hampir sama/mirip tetapi ukuran
nimfa lebih kecil dan tidak mempunyai sayap maupun fungsi genetalia. Dan juga
pada nimfa ada perbedaan pada warna tubuh dari dewasa. Setelah molting,
beberapa spesies mempunyai sayap walaupun beberapa spesies juga ada yang
kehilangan sayap ( sayap lebih kecil ) terutama pada sex betina. Nimfa mantid
adalah hemimetabola, mereka mengalami hanya sebagian metamorphosis dari nimfa
ke dewasa. Ukuran nimfa kira-kira seukuran dengan nyamuk. Dalam perkembangan
nimfa, ada 3 langkah untuk memperoleh telinga, hal ini sangat penting untuk
kelangsungan hidupnya. Dengan membutuhkan dua tympana pada dinding telinga dan
banyak sensillae. Langkah pertama, organ tympana terbentuk saat masih pada
telur kemudian berlubang pada dindingnya. Setelah nimfa berkembang dan kemudian
molting (Agus dan Najamudin, 2008).
Betina akan makan lebih dan akan jadi gemuk sebelum
menempatkan ootheca diatas ranting, jika betina sudah gemuk maka akan
meletakkan ootheca pertama dihari setelah bereproduksi. Nimfa berkelompok dalam
beberapa waktu, hal ini membutuhkan sangkar yang besar dengan banyak tempat
sembunyi dan persediaan makanan yang banyak guna mengurangi terjadinya saling
makan-memakan. Mantids yang berkelompok akan terpisah setelah fase kedua atau
ketiga (Agus dan Najamuddin, 2008).
Pada mantis tropis, dikehidupan natural yaitu pada daerah
liar sekitar 10-12 bulan, tetapi beberapa spesies pada saat dalam atau
bersembunyi telah mendukung sampai 14 bulan. Dalam keadaan dingin, betina akan
mati selama musim dingin ( kebanyakan jantan menyelamatkan nyawa) (Kalshoven,
1981).
Siklus kehidupan dari spesies mantid adalah dari musim semi
ke musim gugur. Ketika temperatur musim semi datang cukup panas, nimfa mantid
muncul dari ootheca. Selama musim semi dan musim panas mereka tidak dapat
terbang karena sayap mereka tidak berfungsi. Setelah dua bulan perkiraan sayap
sudah dapat digunakan dan berfungsi lagi untuk dibuat terbang setelah mereka
bertahan selama waktu yang panjang (Syamsudin, 2007).
Sangat susah untuk menemukan jenis kelamin pada saat kecil
tetapi setelah dewasa mudah. 8 segmen dapat dihitung di bagian permukaan bawah
pada jantan dan 6 segmen pada betina (dibeberapa spesies, untuk melihat segmen
terakhir sangat susah dan hanya pada segmen ketujuh atau kelima dapat
dilihat).Setelah 2 atau 3 minggu, dewasa pada mantids sudah dapat melakukan
reproduksi pada waktu setelah musim panas. Pada saat reproduksi, jantan sangat
bersemangat mengirim spermanya ke betina. Penelitian awal, gerak-gerik
capulatory diawasi oleh ganglion pada abdomen bukan pada kepala. Penghilangan
kepala jantan adalah strategi untuk memperdayai betina agar mempertinggi
fertilisasi guna memperoleh makanan. Kemudian perilaku ini nampak menganggu
benda-benda untuk observasi pada laboratorium. Seperti perilaku pada lapangan
adalah natural atau juga hasil penyebab gangguan oleh pengamat manusia yang
konterversill. Mantis makhluk sangat tajam dan punya banyak pembentukan
terhadap gangguan yang terjadi di laboratorium atau lapangan seperti cahaya
terang. Penelitian oleh Liske dan Davis ( 1987 ) dan yang lainnya menemukan
(misalnya dengan video record pada ruangan yang kosong) pada mantis China
terhadap makanan ( sehingga tidak kelaparan ) benar-benar mempertunjukkan
kerumitan untuk kenal-mengenal perilaku ketika tidak terganggu. Jantan mengajak
betina untuk saling mengenal agar menarik perhatian betina dari makan menuju
kea rah melakukan reproduksi. Pertunjukkan saling mengenal ini juga dilakukan
oleh spesies lainnya tetapi tidak semua mantis (Syamsudin, 2007).
Akibat dari sexual kanibal telah dibahas dengan banyak
pertimbangan, jantan akan menuju keberhasilan dengan dapat memilih keuntungan
dalam kemampuan untuk membuat keturunan. Teori ini adalah bantuan agar dapat
dihitung untuk meningkatkan lamanya perhubungan diantara keduanya adalah
kanibalis, di beberapa tempat menggandakan lamanya durasi reproduksi dan
kesempatan untuk pembuahan. Selanjutnya membantu didalam pelajaran dimana
jantan melakukan pendekatan ketika betina lapar dengan beberapa perhatian dan
memperlihatkan makanan saat betina lapar untuk waktu yang lebih panjang, hal
ini menandakan jantan aktif menghindarkan dari perilaku kanibal barang kali
dengan berbagai betina. Perbuatan itu salah satu diantara paling berbahaya waktu
untuk jantan melakukan hubungan. Pada waktu bersamaan betina paling sering
memutuskan pasangan. Pertambahan ini dalam waktu memasang memiliki gagasan
untuk mengindikasi jantan agar lebih mudah menunggu untuk waktu yang tepat pada
saat betina lapar daripada pada saat betina kenyang akan kurang suka memutuskan
pasangannya. Beberapa untuk mempertimbangkan indikasi jantan tak terpisahkan
dari pertimbangan jantan untuk melakukan reproduksi, agak lebih tepatnya jantan
menyukai pendekatan ke betina dengan perhatian dan hiburan (Setiawati, dkk,
2004).
Pada musim kawin/reproduksi tipe iklim yang tepat dapat
dimulai pada saat musim gugur. Saat ingin melakukan reproduksi diperlukan
saling kenal mengenal, jantan biasanya melompat diatas punggung betina dan
menggengam/menjepit thorax betina dan sayap dengan kaki depan jantan. Jantan
kemudian melengkungkan abdomennya untuk menumpuk dan menyimpan sperma didalam
ruang rahasia didekat ujung abdomen betina (Syamsudin, 2007).
Keduanya terlebih dahulu makan lebih untuk beberapa hari
sebelum jantan memperkenalkan diri di tempat/sangkar betina. Sebaiknya, mereka
menggunakan tempat yang luas untuk kawin dan persediaan makanan, jika
sebaliknya maka betina mempunyai kecenderungan untuk memakan jantan. Hal ini
adalah salah satu paling penting untuk mengetahui kehidupan mantids. Reproduksi
akan terjadi dengan seketika atau jantan melakukan pendekatan terlebih dahulu.
Menurut hasil dari penelitian bahwa kadang-kadang nampak betina memakan jantan
pada saat kawin, matinya jantan memenuhi kebutuhan protein bagi betina. Hasil
peneliatan mengindikasi bahwa pembuahan dapat dilakukan pada tempat dimana ada
jantan yang mati. Sperma jantan akan disimpan pada bagian tersembunyi betina
pada abdomen dinamakan spermateca. Betina akan mulai meletakkan telurnya dengan
mudah setelah reproduksi. Telur-telur yang biasa disebut ootheca ini berada
pada sangkar sekitar 30-300 tergantung jenis spesiesnya. Telur-telur disimpan
secara khas dengan buih yang diproduksi oleh kalenjer di abdomen. Buih ini kemudian
menjadi keras membuat kapsul untuk melindungi dan lebih lanjut lagi melapisi.
Kemudian membungkus pada tanaman atau disimpan pada suatu lahan. Meskipun
kepandaian dalam banyak hal dan daya tahan terhadap telur lebih dilindungi dari
mangsa terutama pada spesies yang sifatnya parasit sperti penyengat atau tawon.
Sedikit spesies, pada induk yang akan menjaga telurnya (Setiawati, dkk, 2004).
Ciri-ciri
Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Belalang besar berukuran berkisar 2/5-12 inchi. Mantis China
ukurannya paling besar sekitar 3-7 inchi. Mantis Eropa mempunyai ukuran lebih
kecil dari Mantis China yakni 2-3 inchi, sedangkan ukuran Mantis Carolina
paling kecil diantara keduanya yakni dibawah 2 inchi (Syamsudin, 2007).
Mempunyai warna bermacam-macam, mulai dari hijau terang
sampai kemerahmudaan. Kebanyakan berwarna hijau muda atau coklat. Mantis China
berwarna coklat lembut dengan adanya garis pudar disekitar sayap, Mantis Eropa
mempunyai warna hijau terang dan Mantis Carolina berwarna coklat kehitam-hitaman
atau abu-abu (Setiawati, dkk, 2004).
Bentuk-bentuk telur pun juga berbeda-beda tergantung tipenya.
Mantis China bentuk telur bulat kasar dengan flat dibagian samping, Mantis
Eropa juga berbentuk bulat tetapi tidak ada flat, sedangkan Mantis Carolina
bentuk telur pendek memanjang dan sering kali menjalar mengikuti ranting atau
batang. Salah satu keistemewaan Mantis Carolina ini terletak pada sayap, dimana
sayap dapat mengulur kebawah abdomen (Syamsudin, 2007).
Ada juga belalang yang menyerupai bunga tropis, biasanya
berwarna terang. Belalang ini ditemukan di Afrika dimana dapat menyerbuk pada
bunga untuk membuat madu. Belalang berspekulasi untuk meniru-niru seperti daun,
ranting, pohon kina, rumput pisau, bunga dan batu yang lurus (Syamsudin, 2007).
Penyamaran ini sangat penting bagian kelangsungan hidup
serangga. Karena mereka mempunyai banyak musuh seperti burung, dengan
penyamaran mereka dapat menghindar agar tidak dimakan oleh burung tersebut.
Mereka mempunyai bentuk kepala bersegitiga dengan mata besar pada bagian
samping. Kepala mantis dapat berputar sampai 180 derajat setelah melihat
kehadiran mangsa. Mata mereka sangat sensitif terhadap cahaya, paling sedikit
pada gerakan diatas 60 kaki.. Mereka punya alat mulut lurus yang keras dan
punya capit yang kuat untuk melahap mangsanya (Setiawati, dkk, 2004).
Mereka punya pendengaran ultrasonik pada bagian metathorax.
Letak metathorax berada pada thorax dan juga alat kelamin jantan adalah
asimetris. Mereka mempunya prothorax yang panjang dan kuat dan pada kaki
terdapat seperti duri. Prothorax yang panjang atau leher pada Mantis akan
memberikan penampilan yang khusus. Prothorax sungguh fleksibel dimana
penyusunan dan pembengkokannya mudah untuk mendapatkan mangsa. Pada beberapa
spesies mantis, bagian tubuhnya terdapat ruang yang berlubang. Baru-baru ini
ditemukan bahwa spesies yang memiliki ruang yang berlubang pada tubuhnya
dinamakan dengan predator (Van Driesche dan Bellows, 1996).
Menurut Syamsudin (2007) ada beberapa bagian pada kaki mantis
:
1. Bagian
bawah kaki atau tibia mempunyai duri untuk menggengam mangsa dengan kuat
2. Duri
ini melipat dan letaknya pada femur, berlipat ini memberikan pengaruh untuk
mengambil mangsa.
3. Coxa
atas berfungsi seperti bahu penghubung antara femur dan tibia didalam tubuh
mantids
4. Kakinya
berfungsi untuk meloncat dan berjalan. Kaki ini dapat tumbuh kembali jika rusak
atau hilang, tetapi hanya terjadi pada proses molting. Tetapi hal ini tidak
sempurna, seringkali lebih kecil daripada yang lainnya.
5. Dua
sayap akan melipat pada abdomen ketika tidak digunakan. Kumpulan didepan dari
sayap tegmina yang keras dapat melindungi sayap bagian dalam. Sayap bagian
belakang digunakan untuk terbang dan mengagetkan musuhnya.
6. Sebagian
segmen bagian abdomen dimana ada system pencernaan mantids dan organ reproduksi.
7.
Pendengaran ultrasonic digunakan pada saat terbang.
Mekanisme
Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Sebagai Predator
Biasanya, mantis melndungi diri dengan bersembunyi. Mantids
biasanya tidak berpindah-pindah, menghabiskan waktunya pada satu pohon atau di
padang rumput. Mereka menghabiskan waktunya di pohon dengan persediaan makanan
yang banyak. Di akhir musim panas, jantan mulai berpindah-pindah untuk mencari
jodoh. Jantan lebih suka terbang daripada betina, dan dilakukan pada malam hari
karena dapat mendeteksi lokasi ekologi oleh kelelawar dan ketika frekuensi
dapat diperluar dapat mendeteksi kedatangan kelelawar kemudian mantis berhenti
dari terbang dan turun kearah daerah yang lebih aman (Setiawati, dkk, 2004).
Musuh mantids adalah burung, mamalia, laba-laba, ular dan
pastinya manusia. Ada 4 mekanisme mantids untuk melindungi dirinya. Penyamaran
mantids coklat dan hijau menyerupai daun-daunan ataupun batang. Kemampuan
mantids bersembunyi dalam waktu yang lama, untuk keefisiennya menjadi predator.
Dengan sayap mantids membuka. Dengan sayap terbuka lebar ini, mantis terlihat
lebih besar dan lebih menantang dengan beberapa spesies yang memiliki warna
terang dan susunannya dibelakang sayap dan didalam permukaan kaki depan mereka.
Jika ada gangguan, mantis kemugkinan akan melakukan serangan dengan kaki depan
dan mencoba dengan menjepit atau menggigit. Pada keadaan terancam, beberapa
Mantis juga dapat mengeluarkan suara yang keluar pada bagian spirakel abdomen.
Pendengaran ultrasonic digunakan pada saat terbang. Sayangnya, mantids tidak
dapat bertahan akibat pestisida dimana pencernaannya terganggu setelah memakan
mangsanya yang sudah terkena pestisida (Setiawati, dkk, 2004).
Carolina mantid biasanya hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh
mangsa yang diinginkan dan juga mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu
dengan tenang dan menyerang serangga ketika serangga mendekat dan menangkap
dengan kaki depan. Sering kali Carolina menunggu didekat bunga dan menyerang
serangga ketika serangga makan bunga tersebut. Adakalanya mantids akan mengejar
mangsa, tetapi cara ini jarang kerap dilakukan. Semut termasuk salah satu tipe
mangsa Stagmomantis carolina yang kadang-kadang butuh pengejaran (Setiawati,
dkk, 2004).
Pada dasarnya yang paling utama menjadi predator adalah
betina. Mantid makan hanya pada mangsanya saja sangat jarang mantid memakan
segalanya. Lebih disukai tubuh yang lembut seperti serangga karena lebih mudah
untuk ditelan. Serangga yang mempunyai perilaku mengayunkan tubuhnya juga
disukai mantis. Meskipun gerak-geriknya suka mengayun-ayun biasanya predator
jantan kurang agresif daripada predator betina. Perilaku kanibal terjadi pada
masa nimfa dan dewasa. Bayi mantids akan memakan bayi lainnya dan dewasa akan
memakan atas kehendak mereka atau bayi lainnya dan akan saling makan satu sama
lain. Keseharian mantids, sebagian besar memakan sepanjang hari. Mantids juga
berkumpul dan makan disekitar sumber cahaya buatan (Setiawati, dkk, 2004).
Mantid sering kali menggerak-gerakkan tubuhnya sebelum
meyerang atau menangkap mangsanya. Dia menyerang dengan jepitan dan menusuk
mangsanya diantara spikes bawah tibia denga femur atas (Setiawati, dkk, 2004).
Mantis menyerang sangat cepat sehingga manusia tidak dapat
memprosesnya. Setelah mengamankan mangsanya dengan kakinya, dengan cepat
mengunyah leher mangsa sehingga dapat dilumpuhkan. Jika makanan baik, mantid
lebih selektif untuk memilih bagian dari mangsanya untuk dibuang. Banyak
terjadi jika mangsa jatuh ketika hendak dimakan, mantid tidak akan
mendapatkannya kembali. Setelah makan banyak serangga, kegiatan merawat diri
bagi mantis itu sangat penting guna untuk menangkap serangga lainnya. Pertama,
setiap bagian depan kaki dibersihkan kemudian bagian kepala dengan menggunakan
salah satu kaki depan dan yang lainnya. Mantids membersihkan sisa-sisa makanan
dari spines pada tibia dan mengusap-ngusap wajahnya, seperti halnya kucing
(Setiawati, dkk, 2004).


Tempat
dan Waktu
Percobaan ini
dilaksanakan di Lahan Insekt Hama dan Penyakit Tumbuhan Departemen Agroekoteknologi Perkebunan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ±
25 m dpl. Percobaan ini dilakukan setiap hari Jum’at pukul 10.00 WIB sampai
dengan selesai.
Bahan dan Alat
Adapun bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih jagung/ tanaman jagung (Zea mays L.), belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.), belalang
sembah (Stagmomantis carolina), ,
topsoil, subsoil dan kompos, polibag, kayu atau bambu, air .
Adapun alat yang digunakan dalam
percobaan ini adalah cangkul, gembor, meteran, sungkup, alat tulis.
Prosedur Percobaan
-
Disiapkan bahan dan alat yang
diperlukan.
-
Diukur petak/plot tanaman dengan ukuran
1 x 1 m.
-
Dibersihkan
gulma dan diratakan permukaan tanah pada petak/plot yang telah diukur.
-
Disiapkan dan
dicampur semua bahan campuran media tanam yaitu topsoil, subsoil dan kompos.
-
Dimasukkan
media tanam tersebut ke dalam polibag ukuran 10 kg.
-
Ditanam benih
jagung, satu perlubang tanam atau tiga benih per polibag.
-
Ditempatkan
polibag tersebut pada plot, dimana setiap plot terdiri dari 4 polibag.
-
Setelah
tanaman berumur 1 MST, dipasang sungkup pada plot. Dimana terdapat dua sungkup
setiap plot, setiap sungkup terdiri dari dua polibag dengan perlakuan control
dan investasi hama.
-
Setelah 2 MST,
hama belalang kayu (Valanga nigricornis
Burm.) sebanyak 2 ekor dan musuh alami belalang sembah (Stagmomantis carolina) sekitar 2 ekor.
-
Kemudian,
diamati setiap harinya keadaan tanaman tersebut.
-
Keadaan yang
diamati adalah jumlah hama, jumlah musuh alami, keadaan tanaman dan keadaan
tanaman (control).

Tabel 1.
Pengamatan tanaman jagung (Zea mays
L.) dengan investasi hama belalang kayu (Valanga
nigricornis Burm.) dan musuh alami (Stagmomantis carolina).
Tanggal
|
Jumlah Hama
|
Jumlah Musuh Alami
|
||
Valanga nigricornis
|
Stagmomantis Carolina
|
|||
Hidup
|
Mati
|
Hidup
|
Mati
|
|
04 Desember 2011
|
2
|
0
|
2
|
0
|
05 Desember 2011
|
2
|
0
|
2
|
0
|
06 Desember 2011
|
1
|
1
|
2
|
0
|
07 Desember 2011
|
1
|
1
|
2
|
0
|
08 Desember 2011
|
1
|
1
|
2
|
0
|
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada tanaman jagung
dengan perlakuan investasi hama dan musuh alami, pada tanggal pengamatan 04 Desember 2011 didapat jumlah
hama 2 ekor dan jumlah musuh alami 2 ekor dengan keadaan tanaman yaitu terdapat
sobekan pada bagian tepi daun (margi folii). Sobekan pada tepi daun diakibatkan
dari aktifitas belalang kayu
(Valanga nigricornis Burm.),
dimana kerusakan yang diakibatkan oleh belalang kayu adalah rusaknya bagian
tepi daun sehingga mengurangi luas permukaan daun. Hal ini sesuai dengan
literatur Surachman dan Agus (1998) yaitu belalang kayu, baik
yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-daun tanaman
jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya
memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di antara
tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun.
Pada
pengamatan tanggal 05 Desember 2011, didapat jumlah hama yang masih hidup 2
ekor dan musuh alami yang masih hidup 2 ekor dengan keadaan tanaman yaitu
terdapat garis berwarna keputihan dan sobekan lebih banyak. Dari data tersebut,
hama yang ada masih hidup seluruhnya dan terus beraktifitas sehingga kerusakan
yang ditimbulkan pada tanaman semakin berat. Sementara musuh alami belalang
sembah masih hidup seluruhnya namun tindakannya sebagai predator kurang aktif.
Hal ini mungkin disebabkan, belalang sembah yang diinfestasikan masih nimfa dan
jantan, jadi belalang sembah tersebut kurang agresif dalam menangkap mangsanya.
Hal ini sesuai dengan literatur
Setiawati, dkk (2003) yaitu pada dasarnya yang paling utama menjadi
predator adalah betina. Mantid makan hanya pada mangsanya saja sangat jarang
mantid memakan segalanya. Meskipun
gerak-geriknya suka mengayun-ayun biasanya predator jantan kurang agresif
daripada predator betina.
Pada pengamatan tanggal 06 Desember
2011, didapat jumlah hama yang tersisa 1 ekor (1 mati), jumlah musuh alami yang
tersisa 2 ekor dengan keadaan tanaman terdapat garis putih pada tepi daun,
banyak terdapat sobekan, lubang-lubang di sekitar tulang daun semakin banyak
dan daun mulai menguning. Dari data tersebut, musuh alami hanya tersisa satu
kemungkinan mati dikarenakan musuh alami tersebut masih berupa nimfa sehingga sulit
untuk mendapatkan makanan, dikarenakan belalang sembah yang masih nimfa
bersifat kanibal. Hal ini sesuai dengan literatur Agus dan Najamuddin (2008)
yaitu nimfa
berkelompok dalam beberapa waktu, hal ini membutuhkan sangkar yang besar dengan
banyak tempat sembunyi dan persediaan makanan yang banyak guna mengurangi
terjadinya saling makan-memakan.
Pada pengamatan tanggal 07 Desember
didapat jumlah hama yang tersisa 1 ekor (1 mati) dan jumlah musuh alami 2
dengan keadaan tanaman yaitu terdapat garis putih, banyak bintik-bintik sobekan,
lubang-lubang kecil di sekitar tulang daun semakin banyak dan daun menguning.
Dari data tersebut, hama yang mati, diakibatkan oleh aktifitas dari belalang
sembah yang mulai aktif untuk mencari mangsa sebagai sumber makanan. Belalang
sembah dalam memangsa jarang mengejar mangsanya, mereka hanya duduk diam sampai
mangsanya mendekat. Hal ini sesuai dengan literatur Setiawati, dkk (2003) yaitu
Carolina
mantid biasanya hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh mangsa yang diinginkan
dan juga mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu dengan tenang dan
menyerang serangga ketika serangga mendekat dan menangkap dengan kaki depan.
Pada pengamatan 08 Desember 2011,
keadaan hama belalang kayu adalah belalang tersisa satu ekor, masih aktif dalam
memakan daun tanaman namun gerakkannya sudah melambat. Sementara, belalang yang
satu telah mati sebagai akibat dari aktifitas musuh alami (Stagmomantis carolina) yang mencari mangsanya. Stagmomantis
merupakan salah satu musuh alami yang dapat mengendalikan hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.). Hal ini
sesuai dengan literatur Cranshaw dan Capinera (2003) yaitu penggunaan pengendali hayati atau musuh alami sudah dikenal
cukup luas oleh masyarakat lewat kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan
oleh pemerintah. Musuh alami dari hama belalang ini antara lain Cendawan
metarhizium yang menyerang nimpha/ belalang muda ataupun belalang sembah (Stagmomantis carolina).
Tabel 2.
Keadaan hama belalang kayu (Valanga
nigricornis Burm.)
Tanggal
|
Kondisi Hama
|
04 Desember 2011
|
Aktifitas
belalang masih aktif, dimana belalang memakan daun dari bagian tepi.
|
05 Desember 2011
|
Belalang masih
aktif memakan daun, dan gerakan-gerakannya masih lincah.
|
06 Desember 2011
|
Belalang masih
aktif dan lebih banyak memakan daun serta gerakannya masih lincah dan
gesit.
|
07 Desember
|
Belalang yang satu
mati, sedang yang satu masih terus beraktifitas namun gerakannya sedikit
melambat.
|
08 Desember 2011
|
Belalang yang tersisa
masih aktif memakan daun, namun gerakkannya sudah melambat serta keadaan
tubuhnya sedikit rusak pada bagian sayap.
|
Pada pengamatan tanggal 07 Desember didapat
keadaan hama Belalang kayu yang satu mati,
sedang yang satu masih terus beraktifitas namun gerakannya sedikit melambat. Dari data
tersebut, hama yang mati, diakibatkan oleh aktifitas dari belalang sembah yang
mulai aktif untuk mencari mangsa sebagai sumber makanan. Dia menyerang
mangsanya dengan sangat cepat dengan menggunakan jepitan dan menusuk mangsanya,
dan kemudian mengunyahnya. Hal ini sesuai dengan literatur dari Van Driesche dan Bellows (1996) yang menyatakan bahwa
belalang sembah menyerang dengan jepitan dan menusuk mangsanya diantara
spikes bawah tibia denga femur atas. Belalang sembah menyerang sangat cepat
sehingga manusia tidak dapat memprosesnya. Setelah mengamankan mangsanya dengan
kakinya, dengan cepat mengunyah leher mangsa sehingga dapat dilumpuhkan. Jika
makanan baik, belalang sembah lebih selektif untuk memilih bagian dari
mangsanya untuk dibuang. Setelah makan banyak serangga, kegiatan merawat diri
bagi belalang sembah itu sangat penting guna untuk menangkap serangga lainnya.
Pertama, setiap bagian depan kaki dibersihkan kemudian bagian kepala dengan
menggunakan salah satu kaki depan dan yang lainnya. Mantids membersihkan sisa-sisa
makanan dari spines pada tibia dan mengusap-ngusap wajahnya, seperti halnya
kucing.
Tabel 3.
Pengamatan tanaman jagung (Zea mays
L.) tanpa investasi hama dan musuh alami (Kontrol).
Tanggal
|
Kontrol
|
Setelah Investasi hama
|
04 Desember 2011
|
Daun sehat,
tanpa ada sobekan ataupun garis keputihan serta gigitan hama serangga.
|
1 daun sobek, dengan
bagian setengahnya hilang.
|
05 Desember 2011
|
Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau
gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara.
|
3 daun habis, dan
tulang daun menguning.
|
06 Desember 2011
|
Daun tampak
kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan
dikarenakan kekurangan unsur hara
|
4 daun habis, I daun
menguning.
|
07 Desember
|
Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat
sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara
|
6 daun habis, 1 daun bercak-bercak kuning.
|
08 Desember 2011
|
Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat
sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara.
|
7 daun habis, 1 daun menguning.
|
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat perbedaan keadaan tanaman yang diberikan perlakuan pemberian
hama Valanga
nigricornis Burm. dan musuh alaminya
Stagmomantis carolina dengan
tanaman yang tanpa perlakuan (kontrol). Pada tanaman kontrol di dapat data dari
hari pertama sampai dengan hari ke lima dapat diketahui keadaan tanaman hanya
mengalami bercak-bercak kuning atau sobekan-sobekan kecil yang kemungkinan disebabkan
oleh kekurangan unsur hara. Hal ini sesuai dengan literatur Aak (1993) yang menyatakan
bahwa Apabila tanaman jagung kekurangan
unsur hara, pertumbuhan akan terganggu, misalnya terdapatnya bercak-bercak
kuning pada bagian permukaan daun.

Kesimpulan
1.
Pada
pengamatan tanaman jagung dengan perlakuan investasi hama dan musuh alami,
jumlah hama yang tersisa 1 ekor dan jumlah musuh alami yang tersisa 2 ekor
dengan keadaan tanaman yaitu terdapat banyak daun yang habis dan sobekan pada
daun.
2.
Pada
pengamatan keadaan hama belalang kayu (Valanga
nigricornis Burm.), hama yang tersisa 1 ekor dengan keadaan masih aktif
memakan daun tetapi gerakannya melambat.
3.
Pada pengamatan
keadaan tanaman jagung (Zea mays L.),
tidak didapat adanya sobekan, lubang maupun goresan pada daun tetapi keadaan
tanaman yang ada disebabkan kekurangan unsur hara.
4.
Belalang
sembah (Stagmomantis carolina) biasanya
hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh mangsa yang diinginkan dan juga
mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu dengan tenang dan menyerang
serangga ketika serangga mendekat
5.
Salah satu
pengelolaan hama belalang kayu (Valanga
nigricornis Burm.) adalah dengan menggunakan pengendalian hayati (musuh
alami) yaitu dengan musuh alami belalang sembah (Stagmomantis carolina).
Saran
Dalam
melakukan pengamatan sebaiknnya diberikan waktu 1-2 minggu guna diperoleh hasil
yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Aak.
1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Yogyakarta.
Agus,
Nuriati dan Najamuddin. 2008. Inventarisasi Keberadaan Hama dan Predatornya
Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Fakultas Pertanian, Universitas Hassanudin,
Maros.
Anonimous1. 2011. Budidaya Tanaman
Jagung. http://www.ideelok.com.
Diakses pada tanggal 8 Desember 2011.
Bailey,
W. 2004. Grasshopper problems in northeast Missouri. Integrated Pest & Crop
Management Newsletter. University of
Missouri-Colombia. Vol. 14. No. 12. June 18.
Borror
dan R. E. White. 1970. A Field Guide to the Insect. Boston: Houghton Mifflin
Cranshaw W.S dan
Capinera J.L. 2003. Grasshopper Control in Yards and Garden.http://
www.wygisc.uwyo. edu/grasshopper.
Kalshoven,
L.G.E., 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta.
Ma’rufah, D., F.
Selamat dan Karintus. 2008. Belalang Kayu. Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Pracaya. 1995.
Hama dan penyakit tanaman. Panebar Swadaya. Jakarta. 417 p.
Prihatman. 2000.
Jagung (Zea mays L.). Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, Jakarta.
Rubatzky, V. E.
dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi dan Gizi. Penerbit ITB,
Bandung.
Rukmana, R.
1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.
Setiawati, W.,
T.S. Uhan, dan B.K. Udiarto. 2004. Pemanfaatan musuh alami dalam pengendalia~
hayati hama pada tanaman sayuran. Monograf No.24, Balitsa, Lembang, Bandung. 68
p.
Steenis,
C. G. G. K., 2005. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Subekti, N. A., Syafruddin, Roy E., dan Sri Sunarti. 2011.
Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros.
Surachman,
E. dan W. Agus. 1998. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan.
Penerbit Kanisius, Jakarta.
Syamsudin.
2007. Intensitas Serangan Hama dan Populasi Predator Pada Berbagai Waktu. Balai
Penelitian Serealia, Maros.
Van Driesche, R.G. dan T.S. Bellows, 1996. Biological Control.
Chapman and Hall. ITP Comp. 539p.
No comments:
Post a Comment