Saturday, September 1, 2012

PENGELOLAAN HAMA TERPADU Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae) DENGAN MUSUH ALAMI Stagmomantis carolina (Orthoptera ; Mantidae) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)


PENGELOLAAN HAMA TERPADU Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae)                                                                 DENGAN MUSUH ALAMI Stagmomantis carolina (Orthoptera ; Mantidae)                                            PADA TANAMAN  JAGUNG (Zea mays L.)                     

 
    LAPORAN

OLEH:
ACHMAD HAMBALI NST                                    090301053
DINA ARSYI FAZRIN                               090301020
MAULANA AZOMY PANE                      090301049
M. ARDIANSYAH                                       090301051
MUHAMMAD ARIF SETIAWAN                        090301054

KELOMPOK V

AGROEKOTEKNOLOGI 1 B


 







LABORATORIUM PENGELOLAAN HAMA  DAN PENYAKIT TERPADU
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
PENGELOLAAN HAMA TERPADU Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae)                        DENGAN MUSUH ALAMI Stagmomantis carolina (Orthoptera ; Mantidae)                                                 PADA TANAMAN  JAGUNG (Zea mays L.)
       





              
LAPORAN
OLEH:
ACHMAD HAMBALI NST                                    090301053
DINA ARSYI FAZRIN                               090301020
MAULANA AZOMY PANE                      090301049
M. ARDIANSYAH                                       090301051
MUHAMMAD ARIF SETIAWAN                        090301054

KELOMPOK V
AGROEKOTEKNOLOGI 1 B

Laporan  Sebagai  Salah  Satu  Syarat  Untuk  Dapat  Mengikuti  Praktikal  Tes  di                                      Laboratorium Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu Fakultas Pertanian                                             Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dosen Penanggungjawab Laboratorium


( Ir. Lahmuddin,  MP )
NIP : 19551121 198103 1 002

                           Disetujui Oleh :                                                                  Diperiksa Oleh :
                     Asisten Koordinator                                                              Asisiten Korektor



                        (Denny Irawan)                                                               (Fadillah Subhan, SP.)
                      NIM : 070302043                                                              


LABORATORIUM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011





PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu (Subekti, dkk., 2011).
Deptan (1977) melaporkan beberapa hama utama jagung antara lain lalat bibit (Atherigona exigua Skin), ulat Agrotis (Agrotis sp.), ulat daun (Prodemia litura F), penggerek daun (Sesamia infens WLK), ulat tanah (Lencenia unicapuncia, HAW) dan ulat tongkol (Heliothis armigera). Walaupun belalang (grasshopper) tidak termasuk salah satu hama utama, namun kerusakan yang ditimbulkan dapat mempunyai arti ekonomi yang penting. Di Kabupaten Jeneponto hama ini menyerang tanaman jagung pada MK 2004/2005. Bila hama ini ditemukan dalam jumlah lebih dari 8 ekor belalang/are, maka pencegahan harus secepatnya dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh                mana dampak serangan belalang terhadap pendapatan petani jagung                   (Setiawati, dkk, 2004).
Pengembangan jagung di Indonesia khususnya di Sulawesi sedang digalakkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor yang dikenal dengan istilah Celebes Corn Belt (CCB) (Subandi et al., 2005). Meningkatnya kebutuhan jagung di Indonesia ternyata tidak diikuti oleh peningkatan produksi (Prihatman, 2000).
Demikian pula predator (musuh alami) sangat tergantung munculnya hama tanaman seperti Ulat Grayak (Spodoptera), Penggerek tongkol (H.armigera) dan Penggerek batang (O. furnacalis). Pengaruh padat populasi predator terhadap intensitas serangan sangat berkorelasi positif. Pada kondisi padat populasi predator yang banyak, biasanya intensitas serangan hama tanaman juga banyak. Hal ini disebabkan karena pada populasi predator berpengaruh dalam hal                    kondisi hama untuk memperoleh makanan yang meletakkan telur                                   (Agus dan Najamuddin, 2008).

Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengelolaan hama terpadu Valanga nigricornis Burm. (Orthoptera ; Acrididae) dengan musuh alami Stagmomantis carolina (Orthoptera ; Mantidae) pada tanaman jagung    (Zea mays L.)

Kegunaan Penulisan
-       Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Praktikal Test di Laboratorium Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
-       Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
            Menurut Steenis (2005) sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut:
 Kingdom       :   Plantae
Divisio             :   Spermatophyta
Sub Divisio     :   Angiospermae
Classis             :   Monocotyledone
Ordo                :   Graminales
 Familia           :   Graminaceae
Genus              :   Zea
Species            :   Zea mays L.
Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Kelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat, yang memberi hara pada tanaman. Akar layang penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara. Akar layang ini, yang tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Steenis, 2005).
Daun terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian dibatasi oleh spicula yang berguna untuk menghalangi masuknya air hujan/embun ke dalam pelepah daun (Rukmana, 1997).
Pembungaan dengan anak bulir berkelamin 1 serumah. Yang jantan terkumpul pada ujung batang menjadi bulir yang rapat, yang betina menjadi bulir yang solitair, berdiri sendiri, di ketiak daun, berbentuk tongkol. Anak bulir jantan tertancap berpasangan atau tiga. Benag sari 3. Anak bulir betina dalam 8 baris vertikal atau lebih dan terkumpul berpasangan (Steenis, 2005).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji       (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Biji terletak pada tongkol atau janggel yang tersusun memanjang. Pada tongkol/janggel tersimpan biji-bji jagung yang menempel erat sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot) pada setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol. Biji jagung memiliki bermacam-macam bentuk dan bervariasi (Aak, 1993).


Syarat Tumbuh
Iklim                
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C (Anonimous1, 2011).

Tanah
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl. (Anonimous1, 2011).
Meskipun idealnya memerlukan pH 6,8 tetapi jagung bisa toleran terhadap lahan tanaman pH 5,5 – 7.0. Apabila ada tanah yang pH nya terlalu rendah bisa dinaikkan dengan menaburkan kapur. Kemudian agar lebih efisien, aplikasinya bisa dilakukan bersama dengan pengolahan lahan. Setelah penaburan, lahan dicangkul dan disiram agar kapur bisa tercampur secara merata. Kebutuhan kapur sangat bergantung pada nilai pH awal lahan. Sebagai patokan, untuk satu hektar lahan yang memiliki pH 5,0 dibutuhkan kapur antara 2 sampai 4 ton. Apabila pH lahan terlalu tinggi atau basa, maka dapat diturunkan dengan menaburkan belerang. Namun hal ini dilakukan jika nilai pH lahan memang sangat tinggi yakni 8,0 atau 9,0 (Anonimous1, 2011).

Hama Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.)
Menurut Ma’rufah, dkk (2008) taksonomi dari belalang kayu adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insekta
Ordo                : Orthoptera
Famili              : Crididae
Genus              : Valanga
Spesies            : Valanga nigricornis Burm.
Valanga nigricornis (Burm) adalah belalang berukuran besar yang hidup di semak-semak dan pepohonan. Belalang ini dapat melakukan reproduksi dengan cepat dan melakukan migrasi secara besar-besaran. Secara morfologis belalang ini dapat dikenali dari duri yang tumbuh di bagian bawah dari prosternum dan lebih kecil pada bagian anterior dibandingkan posterior (Rukmana, 1997).
Pada bagian femur biasanya terdapat sepasang bercak hitam (Kalshoven, 1981). Antena pendek, hypognatus tidak memanjang ke belakang. Femur kaki belakang membesar, ukuran tubuh betina lebih besar di banding dengan yang jantan, panjang tubuh betina 58-71 mm sedangkan jantan 49-63 mm       (Rukmana, 1997). 
Belalang ini bertelur pada awal musim kemarau dan akan menetas pada awal musim hujan yaitu bulan Oktober dan November. Telur dimasukkan dalam tanah dengan kedalaman 5-8 cm, bungkusan berisi massa berbusa yang kemudian memadat dan kering berwarna coklat. Telur ini berukuran 2-3 cm           (Sudarmo, 2000).
Belalang ini hidup di daerah panas yang banyak tumbuh-tumbuhannya, menyukai tanaman tunggal misalnya kopi, karet, dan sawah atau lading terbuka. Pusat penyebarannya belum diketahui pasti, tetapi banyak tersebar di Indonesia bagian barat pada dataran rendah 0-600 m dpl (Borror dan White, 1970).

Daur Hidup Belalang Kayu (Valanga  nigricornis Burm.)
Daur hidup Valanga nigricornis termasuk pada kelompok metamorfosis tidak sempurna. Pada kondisi laboratorium (temperatur 28 °C dan kelembapan 80 % RH) daur hidup dapat mencapai 6,5 bulan sampai 8,5 bulan. Fekunditas rata-ratanya mencapai 158 butir. Keadaan yang ramai dan padat akan memperlambat proses kematangan gonad dan akan mengurangi fekunditas (Syamsudin, 2007).
Metamorfosa sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur, nimfa, dan dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya                 (Bailey, 2004).
Umumnya belalang V. Nigricornis bertelur pada awal musim kemarau. Telur dimasukkan ke dalam tanah sedalam 5-8 cm. Telur tersebut di bungkus dengan assa busa yang kemudian mengering dan memadat, bewarna cokelat dengan panjang 2-3 cm. Lama penetasan 12-15 hari. Telur bewarna cokelat kekuningan, berbentuk sosis, dengan diameter berkisar 1mm ( Pracaya , 1995).
Nimfa yang baru menetas, bewarna kuning kehijauan dengan bercak hitam. Nimfa tersebut keluar dari tanah, lalu naik ke tanaman jagung dan menghabisi daging daun jagung . Nimfa mengalami lima kali instar, lamanya 48-57 hari. Nimfa yang beru menetas panjangnya berkisar 8 mm dan lebar 3 mm, warna mula-mula putih dan berubah menjadi merah orange atau merah bata. Nimfa yang sempurna panjangnya 35 mm dan lebar 28 mm (Pracaya , 1995).
Setelah menjadi imago, belalang ini akan terbang mencari makanan ke tempat lain. Perkawinan di lakukan di atas pohon setelah kawin betina terbang ke tanah mencarri tempat bertelur. Bila ada angin, belalang kayu bisa terbang sejauh 3km-4km. Tanah untuk bertelur dipilih tanah gembur dan terbuka, tidak penuh dengan tanaman. V.nigricornis berantena pendek, protonum tidak memanjang ke belakang, tarsi beruas tiga buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Metamorfosa sederhana yaitu telur-nimfa-dewasa (Pracaya , 1995).

Gejala Serangan Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.)
            Belalang kayu, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di antara tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun. Kerusakan tanaman biasanya ini tidak serius, tetapi kerusakan daun ini pasti berpengaruh terhadap produktifitas tanaman yang diserang. Jika serangan tanaman ini serius, daun tanaman jagung yang diserang akan rusak bahkan habis dimakan (Surachman dan Agus, 1998).
            Hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.) menyerang terutama pada bagian daun, daun terlihat rusak karena terserang oleh hama tersebut. Jika populasinya banyak dan belalang sedang dalam keadaan kelaparan, hama ini                  bisa menghabiskan daun-daun sekaligus dengan tulang-tulangnya                    (Surachman dan Agus, 1998).
Pengelolaan Hama Terpadu Belalang Kayu (Valanga nigricornis Burm.)
Kembali pada perumusan masalah bahwa metode yang dibutuhkan adalah metode yang tepat guna serta aman bagi lingkungan, serta berorientasi pada sistem-Berkelanjutan maka metode yang direkomendasikan membutuhkan waktu yang lama untuk berproses sampai secara nyata berhasil dalam penanggulangan hama (Bailey, 2004).
            Menurut Cranshaw dan Capinera (2003) ada beberapa cara yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian belalang tersebut yakni :
a.    Pembersihan lahan
Mengingat bahwa secara ekologi hama belalang ini mempunyai siklus hidup hidup awal di sekitar hutan, maka dapat dilakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan dilakukan dengan pembakaran sampah ataupun seresah di sekitar hutan. Tindakan ini dilakukan mengingat bahwa sebagian besar belalang meletakkan telur -di dalam tanah. Pembersihan lahan dilakukan dengan tindakan pengawasan karena dapat menyebabkan kebakaran hutan.

b. Peningkatan keanekaragaman tanaman.
Peningkatan kenekaragaman merupakan suatu cara untuk mengalihkan kesukaan makan dari belalang. Belalang juga suka makan gulma. Melalui pengamatan, dapat ditemukan gulma mana yang menarik hama serangga. Gulma tersebut dapat ditumbuhkan dengan sengaja untuk menarik belalang menjauh dari tanaman pertanian Anda. Kemudian, hama berikut gulma tersebut bisa dibuang, digunakan sebagai pakan ternak, atau dijadikan kompos.
c. Penggunaan agen pengendali hayati (predator alami)
Secara ekologi, tumbuh pesatnya suatu populasi dari mahluk hidup akan merangsang ataupun memicu pesatnya pertumbuhan populasi dari predator mahluk hidup tersebut. Dalam hal ini kita harus memanfaatkan peranan alami dari predator hama belalang ini. Penggunaan pengendali hayati atau musuh alami sudah dikenal cukup luas oleh masyarakat lewat kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Musuh alami dari hama belalang ini antara lain Cendawan metarhizium yang menyerang nimpha/ belalang muda ataupun belalang sembah (Stagmomantis carolina). Spora cendawan yang melekat dapat menjadi penyebab kematian nimpha. Sejenis tawon atau tabuhan (Scelie javanica) yang memarasit telur dari belalang.
Predator larva kumbang endol (Mylabris pustulata) dan larva kumbang ereng (Epicaulita ruficeps) sebagai pemangsa telur belalang Lalat parasit Tachinidae menyerang belalang dewasa.
d. Menggunakan pestisida nabati
Apabila hama sudah mencapai jumlah populasi yang sangat tinggi dan tidak dapat ditanggulangi secara aekologi (menggunakan peranan alami dari agroekosistem) maka langkah yang patut dicoba adalah penggunaan pestisida nabati. Salah satu tanaman yang memiliki senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati yaitu daun sirsak. Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan biji. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti-feedent (Cranshaw and Capinera, 2003).
Dalam hal ini, hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga menemui ajalnya. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama belalang dan hama-hama lainnya (Cranshaw and Capinera, 2003).

Musuh Alami Belalang Sembah
Stagmomantis carolina Menurut Pracaya (1995) klasifikasi belalang sembah adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Ordo                : Mantodea
Family             : Mantidae
Genus              : Stagmomantis
Spesies            : Stagmomantis carolina
Hubungan grup serangga, mantis melewati tiga tahap metamorphosis: telur, nimfa, dewasa ( Mantis termasuk dalam golongan serangga hemimetabola ) (Pracaya,  1995).
Mantis adalah belalang besar. Belalang ini termasuk serangga dalam golongan karnivora, yang termasuk dalam family mantids. Ada sekitar 2200 dalam 9 family spesies mantids. Carolina mantids berasal dari Negara bagian timur. Ada 3 tipe mantids di Negara bagian timur yakni European mantid (Mantis religiosa), Carolina mantid (Stagmomantis carolina) and Chinese mantid (Tenodera aridifolia sinensis) (Syamsudin, 2007).
Hampir 2200 spesies dalam 9 famili, mantids dibagi-bagi secara luas pada daerah tropis, subtropik, dan pada daerah bersuhu panas di dunia. Spesies yang hidup berbeda-beda pada setiap bagian Negara seperti Amerika utara dan selatan, Afrika selatan, Eropa, Asia bagian selatan dan beberapa bagian di Australia. Belalang pada bagian Australia utara biasanya berwarna hijau atau coklat (Syamsudin, 2007).
Daur Hidup  Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Hubungan grup serangga, mantis melewati tiga tahap metamorphosis: telur, nimfa, dewasa ( Mantis termasuk dalam golongan serangga hemimetabola ) (Pracaya,  1995).
Diperkirakan umur telur sekitar 3-6 bulan. Telur menetas sekitar diatas beberapa minggu. Ootheca akan menggantung sedikitnya 5 cm diatas sangkar. Ketika telur menetas, cara bergantung mereka dengan memasang benang dari ootheca sampai kulit mereka keras. Nimfa akan berganti kulit 6-7 seri sebelum mereka menjadi dewasa. Pada saat molting, nimfa menggantungkan atau meninggalkan kulit lama pada ranting atau batang dengan meninggalkan perekat sehingga ada robekan dan basah pada thorax dan kembali lagi menjadi punggung. Kegiatan molting ini dilakukan secara perlahan, jika tidak nimfa akan mati. Antara nimfa dengan dewasa, struktur tubuhnya hampir sama/mirip tetapi ukuran nimfa lebih kecil dan tidak mempunyai sayap maupun fungsi genetalia. Dan juga pada nimfa ada perbedaan pada warna tubuh dari dewasa. Setelah molting, beberapa spesies mempunyai sayap walaupun beberapa spesies juga ada yang kehilangan sayap ( sayap lebih kecil ) terutama pada sex betina. Nimfa mantid adalah hemimetabola, mereka mengalami hanya sebagian metamorphosis dari nimfa ke dewasa. Ukuran nimfa kira-kira seukuran dengan nyamuk. Dalam perkembangan nimfa, ada 3 langkah untuk memperoleh telinga, hal ini sangat penting untuk kelangsungan hidupnya. Dengan membutuhkan dua tympana pada dinding telinga dan banyak sensillae. Langkah pertama, organ tympana terbentuk saat masih pada telur kemudian berlubang pada dindingnya. Setelah nimfa berkembang dan kemudian molting (Agus dan Najamudin, 2008).
Betina akan makan lebih dan akan jadi gemuk sebelum menempatkan ootheca diatas ranting, jika betina sudah gemuk maka akan meletakkan ootheca pertama dihari setelah bereproduksi. Nimfa berkelompok dalam beberapa waktu, hal ini membutuhkan sangkar yang besar dengan banyak tempat sembunyi dan persediaan makanan yang banyak guna mengurangi terjadinya saling makan-memakan. Mantids yang berkelompok akan terpisah setelah fase kedua atau ketiga (Agus dan Najamuddin, 2008).
Pada mantis tropis, dikehidupan natural yaitu pada daerah liar sekitar 10-12 bulan, tetapi beberapa spesies pada saat dalam atau bersembunyi telah mendukung sampai 14 bulan. Dalam keadaan dingin, betina akan mati selama musim dingin ( kebanyakan jantan menyelamatkan nyawa) (Kalshoven, 1981).
Siklus kehidupan dari spesies mantid adalah dari musim semi ke musim gugur. Ketika temperatur musim semi datang cukup panas, nimfa mantid muncul dari ootheca. Selama musim semi dan musim panas mereka tidak dapat terbang karena sayap mereka tidak berfungsi. Setelah dua bulan perkiraan sayap sudah dapat digunakan dan berfungsi lagi untuk dibuat terbang setelah mereka bertahan selama waktu yang panjang (Syamsudin, 2007).
Sangat susah untuk menemukan jenis kelamin pada saat kecil tetapi setelah dewasa mudah. 8 segmen dapat dihitung di bagian permukaan bawah pada jantan dan 6 segmen pada betina (dibeberapa spesies, untuk melihat segmen terakhir sangat susah dan hanya pada segmen ketujuh atau kelima dapat dilihat).Setelah 2 atau 3 minggu, dewasa pada mantids sudah dapat melakukan reproduksi pada waktu setelah musim panas. Pada saat reproduksi, jantan sangat bersemangat mengirim spermanya ke betina. Penelitian awal, gerak-gerik capulatory diawasi oleh ganglion pada abdomen bukan pada kepala. Penghilangan kepala jantan adalah strategi untuk memperdayai betina agar mempertinggi fertilisasi guna memperoleh makanan. Kemudian perilaku ini nampak menganggu benda-benda untuk observasi pada laboratorium. Seperti perilaku pada lapangan adalah natural atau juga hasil penyebab gangguan oleh pengamat manusia yang konterversill. Mantis makhluk sangat tajam dan punya banyak pembentukan terhadap gangguan yang terjadi di laboratorium atau lapangan seperti cahaya terang. Penelitian oleh Liske dan Davis ( 1987 ) dan yang lainnya menemukan (misalnya dengan video record pada ruangan yang kosong) pada mantis China terhadap makanan ( sehingga tidak kelaparan ) benar-benar mempertunjukkan kerumitan untuk kenal-mengenal perilaku ketika tidak terganggu. Jantan mengajak betina untuk saling mengenal agar menarik perhatian betina dari makan menuju kea rah melakukan reproduksi. Pertunjukkan saling mengenal ini juga dilakukan oleh spesies lainnya tetapi tidak semua mantis (Syamsudin, 2007).
Akibat dari sexual kanibal telah dibahas dengan banyak pertimbangan, jantan akan menuju keberhasilan dengan dapat memilih keuntungan dalam kemampuan untuk membuat keturunan. Teori ini adalah bantuan agar dapat dihitung untuk meningkatkan lamanya perhubungan diantara keduanya adalah kanibalis, di beberapa tempat menggandakan lamanya durasi reproduksi dan kesempatan untuk pembuahan. Selanjutnya membantu didalam pelajaran dimana jantan melakukan pendekatan ketika betina lapar dengan beberapa perhatian dan memperlihatkan makanan saat betina lapar untuk waktu yang lebih panjang, hal ini menandakan jantan aktif menghindarkan dari perilaku kanibal barang kali dengan berbagai betina. Perbuatan itu salah satu diantara paling berbahaya waktu untuk jantan melakukan hubungan. Pada waktu bersamaan betina paling sering memutuskan pasangan. Pertambahan ini dalam waktu memasang memiliki gagasan untuk mengindikasi jantan agar lebih mudah menunggu untuk waktu yang tepat pada saat betina lapar daripada pada saat betina kenyang akan kurang suka memutuskan pasangannya. Beberapa untuk mempertimbangkan indikasi jantan tak terpisahkan dari pertimbangan jantan untuk melakukan reproduksi, agak lebih tepatnya jantan menyukai pendekatan ke betina dengan perhatian dan hiburan (Setiawati, dkk, 2004).
Pada musim kawin/reproduksi tipe iklim yang tepat dapat dimulai pada saat musim gugur. Saat ingin melakukan reproduksi diperlukan saling kenal mengenal, jantan biasanya melompat diatas punggung betina dan menggengam/menjepit thorax betina dan sayap dengan kaki depan jantan. Jantan kemudian melengkungkan abdomennya untuk menumpuk dan menyimpan sperma didalam ruang rahasia didekat ujung abdomen betina (Syamsudin, 2007).
Keduanya terlebih dahulu makan lebih untuk beberapa hari sebelum jantan memperkenalkan diri di tempat/sangkar betina. Sebaiknya, mereka menggunakan tempat yang luas untuk kawin dan persediaan makanan, jika sebaliknya maka betina mempunyai kecenderungan untuk memakan jantan. Hal ini adalah salah satu paling penting untuk mengetahui kehidupan mantids. Reproduksi akan terjadi dengan seketika atau jantan melakukan pendekatan terlebih dahulu. Menurut hasil dari penelitian bahwa kadang-kadang nampak betina memakan jantan pada saat kawin, matinya jantan memenuhi kebutuhan protein bagi betina. Hasil peneliatan mengindikasi bahwa pembuahan dapat dilakukan pada tempat dimana ada jantan yang mati. Sperma jantan akan disimpan pada bagian tersembunyi betina pada abdomen dinamakan spermateca. Betina akan mulai meletakkan telurnya dengan mudah setelah reproduksi. Telur-telur yang biasa disebut ootheca ini berada pada sangkar sekitar 30-300 tergantung jenis spesiesnya. Telur-telur disimpan secara khas dengan buih yang diproduksi oleh kalenjer di abdomen. Buih ini kemudian menjadi keras membuat kapsul untuk melindungi dan lebih lanjut lagi melapisi. Kemudian membungkus pada tanaman atau disimpan pada suatu lahan. Meskipun kepandaian dalam banyak hal dan daya tahan terhadap telur lebih dilindungi dari mangsa terutama pada spesies yang sifatnya parasit sperti penyengat atau tawon. Sedikit spesies, pada induk yang akan menjaga telurnya (Setiawati, dkk, 2004).

Ciri-ciri Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Belalang besar berukuran berkisar 2/5-12 inchi. Mantis China ukurannya paling besar sekitar 3-7 inchi. Mantis Eropa mempunyai ukuran lebih kecil dari Mantis China yakni 2-3 inchi, sedangkan ukuran Mantis Carolina paling kecil diantara keduanya yakni dibawah 2 inchi (Syamsudin, 2007).
Mempunyai warna bermacam-macam, mulai dari hijau terang sampai kemerahmudaan. Kebanyakan berwarna hijau muda atau coklat. Mantis China berwarna coklat lembut dengan adanya garis pudar disekitar sayap, Mantis Eropa mempunyai warna hijau terang dan Mantis Carolina berwarna coklat kehitam-hitaman atau abu-abu (Setiawati, dkk, 2004).
Bentuk-bentuk telur pun juga berbeda-beda tergantung tipenya. Mantis China bentuk telur bulat kasar dengan flat dibagian samping, Mantis Eropa juga berbentuk bulat tetapi tidak ada flat, sedangkan Mantis Carolina bentuk telur pendek memanjang dan sering kali menjalar mengikuti ranting atau batang. Salah satu keistemewaan Mantis Carolina ini terletak pada sayap, dimana sayap dapat mengulur kebawah abdomen (Syamsudin, 2007).
Ada juga belalang yang menyerupai bunga tropis, biasanya berwarna terang. Belalang ini ditemukan di Afrika dimana dapat menyerbuk pada bunga untuk membuat madu. Belalang berspekulasi untuk meniru-niru seperti daun, ranting, pohon kina, rumput pisau, bunga dan batu yang lurus (Syamsudin, 2007).
Penyamaran ini sangat penting bagian kelangsungan hidup serangga. Karena mereka mempunyai banyak musuh seperti burung, dengan penyamaran mereka dapat menghindar agar tidak dimakan oleh burung tersebut. Mereka mempunyai bentuk kepala bersegitiga dengan mata besar pada bagian samping. Kepala mantis dapat berputar sampai 180 derajat setelah melihat kehadiran mangsa. Mata mereka sangat sensitif terhadap cahaya, paling sedikit pada gerakan diatas 60 kaki.. Mereka punya alat mulut lurus yang keras dan punya capit yang kuat untuk melahap mangsanya (Setiawati, dkk, 2004).
Mereka punya pendengaran ultrasonik pada bagian metathorax. Letak metathorax berada pada thorax dan juga alat kelamin jantan adalah asimetris. Mereka mempunya prothorax yang panjang dan kuat dan pada kaki terdapat seperti duri. Prothorax yang panjang atau leher pada Mantis akan memberikan penampilan yang khusus. Prothorax sungguh fleksibel dimana penyusunan dan pembengkokannya mudah untuk mendapatkan mangsa. Pada beberapa spesies mantis, bagian tubuhnya terdapat ruang yang berlubang. Baru-baru ini ditemukan bahwa spesies yang memiliki ruang yang berlubang pada tubuhnya dinamakan dengan predator (Van Driesche dan Bellows, 1996).
Menurut Syamsudin (2007) ada beberapa bagian pada kaki mantis :
1.      Bagian bawah kaki atau tibia mempunyai duri untuk menggengam mangsa dengan kuat
2.      Duri ini melipat dan letaknya pada femur, berlipat ini memberikan pengaruh untuk mengambil mangsa.
3.      Coxa atas berfungsi seperti bahu penghubung antara femur dan tibia didalam tubuh mantids
4.      Kakinya berfungsi untuk meloncat dan berjalan. Kaki ini dapat tumbuh kembali jika rusak atau hilang, tetapi hanya terjadi pada proses molting. Tetapi hal ini tidak sempurna, seringkali lebih kecil daripada yang lainnya.
5.      Dua sayap akan melipat pada abdomen ketika tidak digunakan. Kumpulan didepan dari sayap tegmina yang keras dapat melindungi sayap bagian dalam. Sayap bagian belakang digunakan untuk terbang dan mengagetkan musuhnya.
6.      Sebagian segmen bagian abdomen dimana ada system pencernaan mantids dan organ reproduksi.
7.      Pendengaran ultrasonic digunakan pada saat terbang.
Mekanisme Belalang Sembah (Stagmomantis carolina) Sebagai Predator
Biasanya, mantis melndungi diri dengan bersembunyi. Mantids biasanya tidak berpindah-pindah, menghabiskan waktunya pada satu pohon atau di padang rumput. Mereka menghabiskan waktunya di pohon dengan persediaan makanan yang banyak. Di akhir musim panas, jantan mulai berpindah-pindah untuk mencari jodoh. Jantan lebih suka terbang daripada betina, dan dilakukan pada malam hari karena dapat mendeteksi lokasi ekologi oleh kelelawar dan ketika frekuensi dapat diperluar dapat mendeteksi kedatangan kelelawar kemudian mantis berhenti dari terbang dan turun kearah daerah yang lebih aman                   (Setiawati, dkk, 2004).
Musuh mantids adalah burung, mamalia, laba-laba, ular dan pastinya manusia. Ada 4 mekanisme mantids untuk melindungi dirinya. Penyamaran mantids coklat dan hijau menyerupai daun-daunan ataupun batang. Kemampuan mantids bersembunyi dalam waktu yang lama, untuk keefisiennya menjadi predator. Dengan sayap mantids membuka. Dengan sayap terbuka lebar ini, mantis terlihat lebih besar dan lebih menantang dengan beberapa spesies yang memiliki warna terang dan susunannya dibelakang sayap dan didalam permukaan kaki depan mereka. Jika ada gangguan, mantis kemugkinan akan melakukan serangan dengan kaki depan dan mencoba dengan menjepit atau menggigit. Pada keadaan terancam, beberapa Mantis juga dapat mengeluarkan suara yang keluar pada bagian spirakel abdomen. Pendengaran ultrasonic digunakan pada saat terbang. Sayangnya, mantids tidak dapat bertahan akibat pestisida dimana pencernaannya terganggu setelah memakan mangsanya yang sudah terkena pestisida (Setiawati, dkk, 2004).
Carolina mantid biasanya hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh mangsa yang diinginkan dan juga mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu dengan tenang dan menyerang serangga ketika serangga mendekat dan menangkap dengan kaki depan. Sering kali Carolina menunggu didekat bunga dan menyerang serangga ketika serangga makan bunga tersebut. Adakalanya mantids akan mengejar mangsa, tetapi cara ini jarang kerap dilakukan. Semut termasuk salah satu tipe mangsa Stagmomantis carolina yang kadang-kadang butuh pengejaran (Setiawati, dkk, 2004).
Pada dasarnya yang paling utama menjadi predator adalah betina. Mantid makan hanya pada mangsanya saja sangat jarang mantid memakan segalanya. Lebih disukai tubuh yang lembut seperti serangga karena lebih mudah untuk ditelan. Serangga yang mempunyai perilaku mengayunkan tubuhnya juga disukai mantis. Meskipun gerak-geriknya suka mengayun-ayun biasanya predator jantan kurang agresif daripada predator betina. Perilaku kanibal terjadi pada masa nimfa dan dewasa. Bayi mantids akan memakan bayi lainnya dan dewasa akan memakan atas kehendak mereka atau bayi lainnya dan akan saling makan satu sama lain. Keseharian mantids, sebagian besar memakan sepanjang hari. Mantids juga berkumpul dan makan disekitar sumber cahaya buatan (Setiawati, dkk, 2004).
Mantid sering kali menggerak-gerakkan tubuhnya sebelum meyerang atau menangkap mangsanya. Dia menyerang dengan jepitan dan menusuk mangsanya diantara spikes bawah tibia denga femur atas (Setiawati, dkk, 2004).
Mantis menyerang sangat cepat sehingga manusia tidak dapat memprosesnya. Setelah mengamankan mangsanya dengan kakinya, dengan cepat mengunyah leher mangsa sehingga dapat dilumpuhkan. Jika makanan baik, mantid lebih selektif untuk memilih bagian dari mangsanya untuk dibuang. Banyak terjadi jika mangsa jatuh ketika hendak dimakan, mantid tidak akan mendapatkannya kembali. Setelah makan banyak serangga, kegiatan merawat diri bagi mantis itu sangat penting guna untuk menangkap serangga lainnya. Pertama, setiap bagian depan kaki dibersihkan kemudian bagian kepala dengan menggunakan salah satu kaki depan dan yang lainnya. Mantids membersihkan sisa-sisa makanan dari spines pada tibia dan mengusap-ngusap wajahnya, seperti halnya kucing (Setiawati, dkk, 2004).



BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
Tempat dan Waktu
            Percobaan ini dilaksanakan di Lahan Insekt Hama dan Penyakit Tumbuhan  Departemen Agroekoteknologi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan setiap hari Jum’at pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih jagung/ tanaman jagung (Zea mays L.), belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.), belalang sembah (Stagmomantis carolina), , topsoil, subsoil dan kompos, polibag, kayu atau bambu, air .
            Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul, gembor, meteran, sungkup, alat tulis.
Prosedur Percobaan
-          Disiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
-          Diukur petak/plot tanaman dengan ukuran 1 x 1 m.
-          Dibersihkan gulma dan diratakan permukaan tanah pada petak/plot yang telah diukur.
-          Disiapkan dan dicampur semua bahan campuran media tanam yaitu topsoil, subsoil dan kompos.
-          Dimasukkan media tanam tersebut ke dalam polibag ukuran 10 kg.
-          Ditanam benih jagung, satu perlubang tanam atau tiga benih per polibag.
-          Ditempatkan polibag tersebut pada plot, dimana setiap plot terdiri dari 4 polibag.
-          Setelah tanaman berumur 1 MST, dipasang sungkup pada plot. Dimana terdapat dua sungkup setiap plot, setiap sungkup terdiri dari dua polibag dengan perlakuan control dan investasi hama.
-          Setelah 2 MST, hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.) sebanyak 2 ekor dan musuh alami belalang sembah (Stagmomantis carolina) sekitar 2 ekor.
-          Kemudian, diamati setiap harinya keadaan tanaman tersebut.
-          Keadaan yang diamati adalah jumlah hama, jumlah musuh alami, keadaan tanaman dan keadaan tanaman (control).



HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pengamatan tanaman jagung (Zea mays L.) dengan investasi hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.) dan musuh alami                         (Stagmomantis carolina).
Tanggal
Jumlah Hama
Jumlah Musuh Alami
Valanga nigricornis
Stagmomantis Carolina
Hidup
Mati
Hidup
Mati
04 Desember 2011
2
0
2
0
05 Desember 2011
2
0
2
0
06 Desember 2011
1
1
2
0
07 Desember 2011
1
1
2
0
08 Desember 2011
1
1
2
0

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada tanaman jagung dengan perlakuan investasi hama dan musuh alami, pada tanggal pengamatan            04 Desember 2011 didapat jumlah hama 2 ekor dan jumlah musuh alami 2 ekor dengan keadaan tanaman yaitu terdapat sobekan pada bagian tepi daun (margi folii). Sobekan pada tepi daun diakibatkan dari aktifitas belalang kayu             (Valanga nigricornis Burm.), dimana kerusakan yang diakibatkan oleh belalang kayu adalah rusaknya bagian tepi daun sehingga mengurangi luas permukaan daun. Hal ini sesuai dengan literatur Surachman dan Agus (1998) yaitu belalang kayu, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa memakan daun-daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun. Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara nimfanya memakan di antara tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-lubang pada daun.
            Pada pengamatan tanggal 05 Desember 2011, didapat jumlah hama yang masih hidup 2 ekor dan musuh alami yang masih hidup 2 ekor dengan keadaan tanaman yaitu terdapat garis berwarna keputihan dan sobekan lebih banyak. Dari data tersebut, hama yang ada masih hidup seluruhnya dan terus beraktifitas sehingga kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman semakin berat. Sementara musuh alami belalang sembah masih hidup seluruhnya namun tindakannya sebagai predator kurang aktif. Hal ini mungkin disebabkan, belalang sembah yang diinfestasikan masih nimfa dan jantan, jadi belalang sembah tersebut kurang agresif dalam menangkap mangsanya. Hal ini sesuai dengan literatur                  Setiawati, dkk (2003) yaitu pada dasarnya yang paling utama menjadi predator adalah betina. Mantid makan hanya pada mangsanya saja sangat jarang mantid memakan segalanya.  Meskipun gerak-geriknya suka mengayun-ayun biasanya predator jantan kurang agresif daripada predator betina.
            Pada pengamatan tanggal 06 Desember 2011, didapat jumlah hama yang tersisa 1 ekor (1 mati), jumlah musuh alami yang tersisa 2 ekor dengan keadaan tanaman terdapat garis putih pada tepi daun, banyak terdapat sobekan, lubang-lubang di sekitar tulang daun semakin banyak dan daun mulai menguning. Dari data tersebut, musuh alami hanya tersisa satu kemungkinan mati dikarenakan musuh alami tersebut masih berupa nimfa sehingga sulit untuk mendapatkan makanan, dikarenakan belalang sembah yang masih nimfa bersifat kanibal. Hal ini sesuai dengan literatur Agus dan Najamuddin (2008) yaitu nimfa berkelompok dalam beberapa waktu, hal ini membutuhkan sangkar yang besar dengan banyak tempat sembunyi dan persediaan makanan yang banyak guna mengurangi terjadinya saling makan-memakan.
            Pada pengamatan tanggal 07 Desember didapat jumlah hama yang tersisa 1 ekor (1 mati) dan jumlah musuh alami 2 dengan keadaan tanaman yaitu  terdapat garis putih, banyak bintik-bintik sobekan, lubang-lubang kecil di sekitar tulang daun semakin banyak dan daun menguning. Dari data tersebut, hama yang mati, diakibatkan oleh aktifitas dari belalang sembah yang mulai aktif untuk mencari mangsa sebagai sumber makanan. Belalang sembah dalam memangsa jarang mengejar mangsanya, mereka hanya duduk diam sampai mangsanya mendekat. Hal ini sesuai dengan literatur Setiawati, dkk (2003) yaitu Carolina mantid biasanya hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh mangsa yang diinginkan dan juga mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu dengan tenang dan menyerang serangga ketika serangga mendekat dan menangkap dengan kaki depan.
Pada pengamatan 08 Desember 2011, keadaan hama belalang kayu adalah belalang tersisa satu ekor, masih aktif dalam memakan daun tanaman namun gerakkannya sudah melambat. Sementara, belalang yang satu telah mati sebagai akibat dari aktifitas musuh alami (Stagmomantis carolina) yang mencari mangsanya. Stagmomantis merupakan salah satu musuh alami yang dapat mengendalikan hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.). Hal ini sesuai dengan literatur Cranshaw dan Capinera (2003) yaitu penggunaan pengendali hayati atau musuh alami sudah dikenal cukup luas oleh masyarakat lewat kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Musuh alami dari hama belalang ini antara lain Cendawan metarhizium yang menyerang nimpha/ belalang muda ataupun belalang sembah (Stagmomantis carolina).
Tabel 2. Keadaan hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.)
Tanggal
Kondisi Hama
04 Desember 2011
 Aktifitas belalang masih aktif, dimana belalang memakan daun dari bagian tepi.
05 Desember 2011
 Belalang masih aktif memakan daun, dan gerakan-gerakannya masih lincah.
06 Desember 2011
 Belalang masih aktif dan lebih banyak memakan daun serta gerakannya masih lincah dan gesit. 
07 Desember
Belalang yang satu mati, sedang yang satu masih terus beraktifitas namun gerakannya sedikit melambat.
08 Desember 2011
Belalang yang tersisa masih aktif memakan daun, namun gerakkannya sudah melambat serta keadaan tubuhnya sedikit rusak pada bagian sayap.

Pada pengamatan tanggal 07 Desember didapat keadaan hama Belalang kayu yang satu mati, sedang yang satu masih terus beraktifitas namun gerakannya sedikit melambat. Dari data tersebut, hama yang mati, diakibatkan oleh aktifitas dari belalang sembah yang mulai aktif untuk mencari mangsa sebagai sumber makanan. Dia menyerang mangsanya dengan sangat cepat dengan menggunakan jepitan dan menusuk mangsanya, dan kemudian mengunyahnya. Hal ini sesuai dengan literatur dari Van Driesche dan Bellows (1996) yang menyatakan bahwa belalang sembah menyerang dengan jepitan dan menusuk mangsanya diantara spikes bawah tibia denga femur atas. Belalang sembah menyerang sangat cepat sehingga manusia tidak dapat memprosesnya. Setelah mengamankan mangsanya dengan kakinya, dengan cepat mengunyah leher mangsa sehingga dapat dilumpuhkan. Jika makanan baik, belalang sembah lebih selektif untuk memilih bagian dari mangsanya untuk dibuang. Setelah makan banyak serangga, kegiatan merawat diri bagi belalang sembah itu sangat penting guna untuk menangkap serangga lainnya. Pertama, setiap bagian depan kaki dibersihkan kemudian bagian kepala dengan menggunakan salah satu kaki depan dan yang lainnya. Mantids membersihkan sisa-sisa makanan dari spines pada tibia dan mengusap-ngusap wajahnya, seperti halnya kucing.
Tabel 3. Pengamatan tanaman jagung (Zea mays L.) tanpa investasi hama dan musuh alami (Kontrol).
Tanggal
Kontrol
Setelah Investasi hama
04 Desember 2011
 Daun sehat, tanpa ada sobekan ataupun garis keputihan serta gigitan hama serangga.
1 daun sobek, dengan bagian setengahnya hilang.
05 Desember 2011
 Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara.
3 daun habis, dan tulang daun menguning.
06 Desember 2011
 Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara 
4 daun habis, I daun menguning.
07 Desember
  Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara
6 daun habis, 1 daun bercak-bercak kuning.
08 Desember 2011
  Daun tampak kekuningan, tetapi tidak terdapat sobekan atau gigitan serangga, kemungkinan dikarenakan kekurangan unsur hara.
7 daun habis, 1 daun menguning.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat perbedaan keadaan  tanaman yang diberikan perlakuan pemberian hama                        Valanga  nigricornis Burm. dan musuh alaminya  Stagmomantis carolina dengan tanaman yang tanpa perlakuan (kontrol). Pada tanaman kontrol di dapat data dari hari pertama sampai dengan hari ke lima dapat diketahui keadaan tanaman hanya mengalami bercak-bercak kuning atau sobekan-sobekan kecil yang kemungkinan disebabkan oleh kekurangan unsur hara. Hal ini sesuai dengan literatur             Aak (1993) yang menyatakan bahwa  Apabila tanaman jagung kekurangan unsur hara, pertumbuhan akan terganggu, misalnya terdapatnya bercak-bercak kuning pada bagian permukaan daun.



KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.      Pada pengamatan tanaman jagung dengan perlakuan investasi hama dan musuh alami, jumlah hama yang tersisa 1 ekor dan jumlah musuh alami yang tersisa 2 ekor dengan keadaan tanaman yaitu terdapat banyak daun yang habis dan sobekan pada daun.
2.      Pada pengamatan keadaan hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.), hama yang tersisa 1 ekor dengan keadaan masih aktif memakan daun tetapi gerakannya melambat.
3.      Pada pengamatan keadaan tanaman jagung (Zea mays L.), tidak didapat adanya sobekan, lubang maupun goresan pada daun tetapi keadaan tanaman yang ada disebabkan kekurangan unsur hara.
4.      Belalang sembah (Stagmomantis carolina) biasanya hanya duduk dan menunggu untuk memperoleh mangsa yang diinginkan dan juga mengikuti perlahan mangsanya. Carolina menunggu dengan tenang dan menyerang serangga ketika serangga mendekat
5.      Salah satu pengelolaan hama belalang kayu (Valanga nigricornis Burm.) adalah dengan menggunakan pengendalian hayati (musuh alami) yaitu dengan musuh alami belalang sembah (Stagmomantis carolina).
Saran
            Dalam melakukan pengamatan sebaiknnya diberikan waktu 1-2 minggu guna diperoleh hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Agus, Nuriati dan Najamuddin. 2008. Inventarisasi Keberadaan Hama dan Predatornya Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Fakultas Pertanian, Universitas Hassanudin, Maros.

Anonimous1. 2011. Budidaya Tanaman Jagung. http://www.ideelok.com. Diakses pada tanggal 8 Desember 2011.

Bailey, W. 2004. Grasshopper problems in northeast Missouri. Integrated Pest & Crop Management Newsletter. University of  Missouri-Colombia. Vol. 14. No. 12. June 18.
Borror dan R. E. White. 1970. A Field Guide to the Insect. Boston: Houghton Mifflin
Cranshaw W.S dan Capinera J.L. 2003. Grasshopper Control in Yards and Garden.http:// www.wygisc.uwyo. edu/grasshopper.
Kalshoven, L.G.E., 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta.
Ma’rufah, D., F. Selamat dan Karintus. 2008. Belalang Kayu. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Pracaya. 1995. Hama dan penyakit tanaman. Panebar Swadaya. Jakarta. 417 p.
Prihatman. 2000. Jagung (Zea mays L.). Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi dan Gizi. Penerbit ITB, Bandung.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.
Setiawati, W., T.S. Uhan, dan B.K. Udiarto. 2004. Pemanfaatan musuh alami dalam pengendalia~ hayati hama pada tanaman sayuran. Monograf No.24, Balitsa, Lembang, Bandung. 68 p.

Steenis, C. G. G. K., 2005. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Subekti, N. A., Syafruddin, Roy E., dan Sri Sunarti. 2011. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Surachman, E. dan W. Agus. 1998. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Syamsudin. 2007. Intensitas Serangan Hama dan Populasi Predator Pada Berbagai Waktu. Balai Penelitian Serealia, Maros.

Van Driesche, R.G. dan T.S. Bellows, 1996. Biological Control. Chapman and Hall. ITP Comp. 539p.


No comments:

Post a Comment