Thursday, March 24, 2011

PENYAKIT LANAS TEMBAKAU (Phitophthora nicotianae vBdH.) PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum)

PENYAKIT LANAS TEMBAKAU (Phitophthora nicotianae vBdH.)

PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum)


LAPORAN


OLEH :

DINA ARSYI FAZRIN
090301020
AGROEKOTEKNOLOGI 1

LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

PENYAKIT LANAS TEMBAKAU (Phitophthora nicotianae vBdH.)

PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum)


LAPORAN

OLEH :


DINA ARSYI FAZRIN
090301020
AGROEKOTEKNOLOGI
1

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test di
Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Ditugaskan Oleh :


( Ir. Kasmal Arifin, MSi. )
NIP : 131653981
Dosen Penanggung Jawab

Diketahui Oleh : Diperiksa

Oleh :

( Surya Hernanda ) ( Fadilah Subhan )
NIM :050302013 NIM : 070302049
Asisten Koordinator Asisten Korektor
LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan dalam menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Adapun judul laporan ini adalah “Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola ) pada Tanaman Karet”. Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Test di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Menauly Tarigan, MS., Ir. Kasmal Arifin, MSi., Ir. Marheni, MP. sebagai dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman dan para asisten yang telah memberikan banyak saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Dan Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi laporan yang lebih baik lagi.


Medan, 20 April 2010


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang............................................................................................. 1

Tujuan Penulisan .........................................................................................2

Kegunaan Penulisan ....................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman ......................................................................................... 3

Syarat Tumbuh .......................................................................................... 6

Iklim ....................................................................................................... 6

Tanah ..................................................................................................... 7

Biologi Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola ) ........................ 9

Gejala Serangan Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola )........10

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Gugur Daun

( Corynespora cassicola ) ...........................................................................11

Pengendalian Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola ) ............12

PERMASALAHAN .............................................................................................16

PEMBAHASAN ..................................................................................................17

KESIMPULAN ...................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet ( Hevea brasiliensis Muell. Arg.) termasuk ke dalam family Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gotah, kejai ataupun hapea. Karet pertama kali diperkenalkan oleh orang India dari Peru ke Prancis. Karet yang diambil dari de la Condamine berasal dari jenis Casilloa ealstica Cerv Aublet (1772) termasuk dari 11 spesies yang tergolong karet (Rahayu, 2005).
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat seperti: Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus (Rahayu, 2005).
Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.(Rahayu, 2005)

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui penyakit gugur daun ( Corynespora cassicola (Berk & Curt) Wei. pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg).

Kegunaan Penulisan

· Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

· Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (Anonimous, 1992):

  • Divisi : Spermatophyta
  • Subdivisi : Angiospermae
  • Kelas : Dicotyledonae
  • Ordo : Euphorbiales

· Famili : Euphorbiaceae

  • Genus : Hevea
  • Spesies : Hevea brasiliensis Muell.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Purseglove, 1966).

Kulit kayu mengandung lapisan-lapisan bergabus terluar dan meristem gabus kehijauan-hijauan, kemudian kulit kayu yang keras kunig kecoklatan dan dengan jumlah sel dari sel-sel batu yang lebih banyak ke arah peri-peri, parenchyma dan tabung – tabung sieve yang tidak teratur dan sedikit vessel latex, kemudian kulit kayu yang lemut/lunak mengandung sebagian besar tabung-tabung sieve yang vertical dengan beberapa pusat yang cerah dan vessel latex yang lebih banyak dekat dengan cambium. Ketebalan kulit kayu dan susunan dari jaringan-jaringan bervariasi berbeda dengan clone dan umur pohon, apakah muda atau kulit kayu yang diperbaharui, apakah semaian bibit atau bertunas, dan dalam tahap penyemaian dengan lahan yang luas. Ketebalan kulit kayu bervariasi mulai 6,5 – 15 mm, tetapi biasanya 10-11 mm. kulit kayu akan complete setelah berumur 7-8 tahun. ( Purseglove, 1966 )

Vessel latex, yang mana dimodifikasi dari tabung-tabung sieve, dibentuk dari sel-sel seperti cambium, yang mana sumbu dan dinding yang berseberangan menghancur. Mereka terbentuk dalam silinder konsentris dalam searah jarum jam pada sudut sebesar 3-50 ke arah vertical. Sejumlah vessel setiap cincin dan sejumlah cincin bertukar dengan umur dan ketebalan kulit kayu dan dengan clone. Paling tua, vessel-vesel terluar mempengaruhi sedikit atau tidak lateks pada kulit kayu yang muda(Purseglove, 1966).

Daun karet disusun dengan spiral, tiga anak daun dan 3 ekstra bunga nectar pada pangkal dari selebaran daun dengan pangkal daun, yang mana hanya mengeluaran nectar pada saat berbunga. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 2-70 cm tetapi biasanya sekitar 15 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Daun muda ungu keperakan, menjadi hijau pada saat mengeras dan kembali kuning kecoklatan, merah atau kuning sebelum gugur ( Purseglove, 1969 ).

Bunga dibentuk dari banyak bunga, terletak di ketiak daun/axil, kecil, alat generative tunggal, tangkai bunga pendek, dengan putik yang lebih besar di ujung dan cabang lateral dan benag sari kebanyakaan lebih kecil, dengan 60-80 benang sari untuk setiap putik. Kelopak kunig, berbentuk lonceng, dengan 5 lobes sempit segitiga, tidak ada petal, benag sari 5 mm panjangnya. Bunga muncul setiap 2 minggu dengan beberapa putik yang terbuka/matang sekitar 3-5 hari dan kemudian benang sari membuka (Purseglove, 1969).

Buah karet atau para termasuk buah kendaga (rhegma). Buah ini mempunyai sifat seperti buah berbelah, tetapi tiap bagian buah kemudian pecah lagi sehingga dengan itu biji dapat terlepas dari biliknya. Tiap bagian buah terbentuk dari sehelai daun buah yang sehelai daun buah, jadi buah ini tersusun atas sejumlah daun buah yang sesuai dengan jumlah ruangan (kendaga) yang terdapat dalam buah itu. Buah para tau karet termasuk buah berkendaga tiga (tricoccus) (Tjitrosoepomo,1985).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Berat biji karet sekitar 2-4 g. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanagaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. ( Anonimous, 1992 )

Syarat Tumbuh

Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi yang tinggi pada kondisi tanah dan iklim sebagai berikut: Di dataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas permukaan laut, suhu optimal 280 c. Jenis tanah mulai dari vulkanis muda, tua dan aluvial sampai tanah gambut dengan drainase dan aerase yang baik, tidak tergenang air. pH tanah bervariasi dari 3,0-8,0 Curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 100 -150 hari. ( Badan Informasi Pertanian Irian Jaya, 1992 )

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Adapun syarat tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:

Iklim

Iklim yang cocok untuk tanaman karet tropical hujan. Iklim tropical hujan mungkin secara logika dibagi menjadi tropical hutan hujan, tropical hutan monsoon dan tropical savanna. Untuk menjelaskan cara tanah pada daerah tropic menjadi eksistensi di bawah pengaruh pergerakan air sekitar. ( Endert, 1946 ).

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15°C LS dan 15°LU. Di luar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25°C sampai 35°C. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet. ( Endert, 1946 )

Tanah

Induk material paling penting dalam tanah untuk tanaman karet di Indonesia dari sedimen-sedimen kapur. Material-material ini dibangun dari empat komponen yaitu pasir kuarsa tak kena cuaca, liat dan sebuah komponen yang paling banyak dari bahan vulkanik seperti kapur yang lekat, kulit kerang, coral dan tulang-tulang yang melapuk dari organisme kapur. Jumlah dimana komponen-komponen ini ditemukan dan sequensi dari sedimentasi yang sangat sesuai/cocok ( Mohr, 1935).

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut <>

Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:

· Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas

· Aerase dan drainase cukup

· Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

· Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

· Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm\

· Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

· Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5

· Kemiringan tanah <>

· Permukaan air tanah <>

(Pryanto, 2010).

Biologi Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola (Berk & Curt) Wei.)

Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur Corynespora cassicola adalah sebagai berikut.

Divisi : Eumycophyta

Subdivisi : Eumycotina

Kelas : Deutromycetes

Ordo : Coryneales

Famili : Hipomycetaleae

Genus : Corynespora

Spesies : Corynespora cassiccola (Berk & Curt) Wei.

Konidia berkecambah dalam empat jam dan membentuk tabung kecambah satu atau lebih di antara septa, tetapi lebih serang di ujung konidia. Perkecambahan konidia diperlukan kelembaban optimum 96-100% atau titik air, suhu optimum 28-30% dan cahaya terang biasa maupun gelap perkecambahan akan terlambat bila kelembaban rendah di bawah 90%, suhu di bawah 200C dan di atas 300C dan pemberian sinar secara langsung (Liyanage, 1987).

Konidiofor berwarna ciklat, keluar dari permukaan bawah daun, dengan ujung membengkak. Konidium berwarna coklat, seperti gada atau silindris, ujungnya agak runcing. Bersepta 2-1dengan ukuran 40-120 µm x 8-18 µm (Semangun, 2000).

Konidium berkecambah dan membentuk apresorium. Jamur dapat menembus lansung ke dalam jaringan. Dalam jaringan daun, miselium berkembang di dalam dan di antara sel-sel pathogen menghasilkan enzim dan toksin. Dalam biakan murni bermacam-macam isolate C.cassicola dari tanaman mempunyai miselium beragam morfologinya. Belum ditemukan adanya korelasi anatar sifat morfologis dan molekuler dengan derajat virulensi pathogen tanaman karet (Semangun, 2000).

Gejala Serangan Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola (Berk & Curt) Wei.)

Gejala serangan pada daun cokelat masih belum tampak tetapi sesudah daun menjadi hijau muda gejala mulai terlihat berupa bercak hitam kemudian berkembang seperti menyirip daun mejadi lemas dan pucat pada bagian ujungnya mati dan menggulung pada daun tua. Bercak hitam tersebut akan tampak seperti tulang ikan dan akan makin meluas mengikuti urat daun dan kadang-kadang tidak teratur. Bagian pusat bercak bewarna cokelat atau kelabu kering dan berlubang selanjutnya daun akan menjadi kuning atau cokelat kemerahan dan akhirnya gugur. Jamur ini menyerang tangkai dan daun muda. Serangan jamur biasanya berlangsung lambat dan gugur daun biasanya baru terjadi 2 -3 bulan setelah infeksi jamur. Pengguguran daun akan berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun sehingga pertumbuhan terhambat, tidak dapat disadap dan lambat laun tanaman akan mati. ( Pryanto, 2010 )

Pathogen menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus menerus dari sel inang untuk kebutuhannya, menghentikan atau mengganggu metabolism sel inang dengan toksin, enzim atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya, menghambat, tiang portasi makanan, hara, mineral dan air melalui melaui jaringan pengangkut dan mengonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak (Agrios, 1996).

Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Corynespora cassicola diawali dengan bercak coklat dan selanjutnya berkembang menjadi guratan menyerupai tulang ikan. Bercak ini akan meluas sejajar dengan urat daun dan kadang tidak teratur. Daun mejnadi kuning dan coklat kemerahan kemudian gugur. Penyebaran penyakit melalui spora yang dibawa oleh angin. Tanaman yang terserang mengalami gugur berulang kali sehingga meranggas sepanjang tahun. Pada tanaman menghasilkan, penyakit ini dapat merugikan karena mengakibatkan daun-daun muda berguguran, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga produksi lateks menurun bahkan tidak menghasilkan lateks
sama sekali, serta produksi biji merosot ( Nugroho, 2006 ).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola (Berk & Curt) Wei.)

Penyakit ini umumnya muncul pada kondisi agak lembab yaitu dengan curah hujan rata-rata 12,4 mm/hari, hari hujan 27 hari/bulan dan kelembabab nisbi udara rata-rata 89% per hari serta suhu udara rata-rata 270C pada waktu pembentukan daun muda. Kondisi hujan pada waktu pembentukan daun muda dengan suhu tinggi mendorong terjadinya epidemic (Sumarmadja, 2005).

Serangan sering terjadi pada kebun-kebun yang terdapat didataran rendah dengan keadaan iklim agak basah. Penularan jamur berlangsung dengan penyebaran spora yang diterbangkan oleh angin dalam kondisi agak lembab pada siang hari , jamur ini mempunyai banyak tumbuhan inang seperti ketela pohon, akasia, angsana, papaya, beberapa rumputan dan lain-lain. ( Priyanto, 2010 )

Kondisi iklim mempengaruhi tingkat virulensi penyakit gugur daun Corynespora di sentra perkebunan karet. Kebun dengan kondisi curah hujan 2000 - 2500 mm/tahun dan ketinggian kurang dari 100 m seperti di Sumatera dan Kalimantan Selatan cukup kondusif bagi penyakit gugur daun Corynespora, sedangkan kebun dengan kondisi curah hujan yang tinggi (2973 mm/tahun) seperti di Kalimantan Barat dan ketinggian 375 m di atas permukaan laut seperti di Getas (Jawa Tengah) kurang kondusif (Pryanto, 2010).

Variasi ketahan terhadap pathogen di antara varietas tanaman disebabkan adanya gen ketahanan yang berbeda dan mungkin pula karena adanya jumlah gen ketahanan yang berbeda dalam varietas tanaman (Agrios, 1996).


Pengendalian Penyakit Gugur Daun ( Corynespora cassicola (Berk & Curt) Wei.)


Pengendalian Corynespora cassicola menurut Priyanto (2010) adalah sebagai berikut :

  1. Tidak menanam klon yang rentan pada daerah rawan serangan jamur. Dianjurkan menanam beberapa klon anjuran dalam suatu hamparan kebun.

2. Memberikan pupuk ekstra dengan menambah dosis KCL (1,5 x dosis anjuran ) untuk meningkatkan kemampuan tanaman menahan serangan jamur.

3. Melindungi tanaman dengan penyemprotan fungisida Antracol 70 WP, Bavisitin 50 WP, Benlate 50 WP, Daconil 75 WP atau Dithane M-45 dengan alat semprot punggung. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali dimulai pada waktu tanaman berdaun cokelat sampai hijau. Penggunaan fungisida hanya dapat dilakukan di pembibitan dalam polybeg sedangkan pada tanaman dilapangan dianggap tidak menguntungkan.

Sedangkan cara pengendalian organisme pengganggu tanaman karet yang dikemukakan oleh Nugroho P. A (2003) terutama penyakit gugur daun yang disebabkan oleh pathogen Oidium heveae, Colletotrichum gloeosporioides dan Corynespora casiicola adalah sebagai berikut :

1. Mencegah timbulnya penyakit daun dengan menanam 3-4 jenis klon anjuran yang resisten dalam satu areal pertanaman. Klon yang dianjurkan seperti PR 261, RRIC 100, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, klon seri IRR 00, dan IRRseri 100.

2. Tanaman yang terserang ringan sebaiknya diberi pupuk nitrogen dua kali dosis anjuran pada saat daun-daun mulai terbentuk. Pupuk dibenamkan ke dalam tanah agar mudah diserap oleh akar.

3. Tanaman yang terserang berat perlu disemprot dengan fungisida kontak yang

direkomendasikan, pada saat mulai membentuk daun dengan interval 1 minggu

sampai daun berwarna hijau (umur daun 21 hari).

Menurut A. Situmorang (2005) dalam wartanya tentang perkaretan, bahwa Corynespora cassicola dapat dikendalikan dengan cara sebagai berikut :

Ras patogen dapat dihambat evolusinya dengan metode pemantapan interaksi tanaman-inang. Pada daerah rawan serangan patogen metode pemantapan tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan multiklon (mixed clone) yang mempunyai resistensi vertikal, penggunaan resistensi horizontal, poliklonal, dan klon immun, sedangkan di daerah yang kurang rawan masih dapat digunakan klon unggul yang rentan di tempat lain dan klon lolos serangan (escape), di samping klon yang digunakan pada daerah yang rawan serangan patogen.

Selain itu, ada juga pengendalian yang dikemukakan oleh Soesanto (2006) dalam bukunya Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, yaitu : Penamabahan antagonis kemungkinan menekan penyakit melalui dua jenis mekanisme yang berbeda. Mekanisme pertama adalah ketika organisme antagonis bersaing dengan pathogen, pada sisi atau zona infeksi. Di dalam hal ini, populasi anatagonis secara langsung bertanggung jawab terhadap penekanan penyakit. Selain itu, inokulasi tanaman dengan organisme tak pathogen yang umumnya mendorong pertahanan tanaman terhadap infeksi pathogen (ketahanan terimbas). Mekanisme kedua adalah parasitisme, yaitu mikroba yang menguntungkan menekan patogen tanaman. Sebagai contoh adalah Trichoderma sp., yang mampu menyerang jamur pathogen dan menyebabkan lisis pathogen. Musuh alami nematoda parasit tanaman termasuk penyakit bakteri dan jamur nematofag dan nematopatogen. Mikroba tersebut dapat ditambahkan ke dalam lingkungan tanah untuk menekan organisme patogen.

Adapun upaya untuk mengendalikan penyakit gugur daun Corynespora menurut Pamirosoemadjo (2003) salah satunya adalah penanaman klon yang resisten yang telah dianjurkan Pusat Penelitian Karet dan mengganti tanaman yang rentan dengan klon yang resisten diantaranya PR 228, PR 225, PR 300, AVROS 2037, BPM 1 dan BPM 24.

PERMASALAHAN

Penyakit gugur daun yang disebabkan jamur Corynespora cassiicola merupakan ancaman bagi perkebunan karet dunia karena mengakibatkan pengguguran daun sepanjang tahun. Pada tanaman menghasilkan, penyakit ini dapat merugikan karena mengakibatkan daun-daun muda berguguran, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga produksi lateks menurun bahkan tidak menghasilkan lateks sama sekali, serta produksi biji merosot. Patogen ini mempunyai kemampuan yang tinggi berevolusi oleh adanya tekanan seleksi alamiah (konstitutif) dan adaptasi (mutasi), sehingga terbentuk ras-ras baru yang virulen untuk mematahkan resistensi klon karet. Sifat virulen ras baru patogen dikendalikan oleh adanya gen untuk agresivitas den gan untuk produksi toksin yang keduanya bekerja secara bersama. Patogen berevolusi menurut waktu, jenis tanaman atau klon, dan ruang (geografi) dengan membentuk ras baru yang sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan proses evolusi tersebut ras patogen berbeda dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi tanaman dan lingkungan pada waktu itu.

Setelah tahun 1980, sampai saat ini evolusi ras patogen tersebut berlangsung cepat dan lebih virulen, hal ini diduga disebabkan berubahnya budidaya karet secara intensif/monoklon dengan klon unggul introduksi dan dalam negeri yang sebagian di antaranya rentan terhadap patogen. Selain itu C.cassicola mampu membentuk berbagai ras dengan patogenitas yang cukup bervariasi. Ras pathogen ini terdiri dari tiga kelompok besar yaitu 1) ras yang beradaptasi terhadap kondisi geografis, 2) ras yang beradaptasi terhadap tumbuhan lain, 3) mampu beradaptasi terhadap klon karet. Ras kelompok pertama dan ketiga termasuk ras yang sangat penting dibandingkan dengan ras kedua yang biasnya tidak menular ke tanaman karet. Ras kelompok ketiga ini dapat digolongkan dalam dua ras yaitu: a) ras yang muncul sebelum tahun 1986, b) ras yang muncul sesudah tahun 1986. Ras kelompok a adalah ras yang menyerang klon yang sebelumnya telah rentan dan ras kelompok b adalah ras yang menyerang klon yang sebelumnya tahan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, Corynespora cassicola merupakan pathogen yang perlu diwaspadai oleh perkebunan karet di dunia. Karena Corynespora cassicola dapat mengakibatkan pengguguran daun sepanjang tahun. Dan pathogen ini mampu berevolusi dalam tekanan lingkungan ataupun seleksi alamiah dan bermutasi maupun beradaptasi sehingga terbentuk virulen ras pathogen yang baru. Sehingga penanaman klon karet yang berbeda-beda pun tidak cukup untuk mengatasi masalah ini.

Masalah ini dapat dikendalikan dengan cara menghambat evolusi ras pathogen yaitu dengan metode pemantapan interaksi tanaman-inang. Metode pemantapan interaksi tanaman-inang ini dapat dilakukan dengan menanam klon-klon yang resisten terhadap segala bentuk dan kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari A. Situmorang ( 2005 ) yang menyatakan bahwa Ras patogen dapat dihambat evolusinya dengan metode pemantapan interaksi tanaman-inang. Pada daerah rawan serangan patogen metode pemantapan tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan multiklon (mixed clone) yang mempunyai resistensi vertikal, penggunaan resistensi horizontal, poliklonal, dan klon immun, sedangkan di daerah yang kurang rawan masih dapat digunakan klon unggul yang rentan di tempat lain dan klon lolos serangan (escape), di samping klon yang digunakan pada daerah yang rawan serangan patogen.

Menurut Pawirosoemadjo (2003) klon karet yang resisten untuk menekan organisme patogen.yang telah dianjurkan Pusat Penelitian Karet dan mengganti tanaman yang rentan dengan klon yang resisten diantaranya PR 228, PR 225, PR 300, AVROS 2037, BPM 1 dan BPM 24.

Selain itu, C.cassicola dapat di tekan dengan pemberian mikroorganisme antagonis. Hal ini sesuai dengan penyataan Soesanto (2006) yaitu Mekanisme parasitisme, yaitu mikroba yang menguntungkan menekan patogen tanaman. Sebagai contoh adalah Trichoderma sp., yang mampu menyerang jamur pathogen dan menyebabkan lisis pathogen. Musuh alami nematoda parasit tanaman termasuk penyakit bakteri dan jamur nematofag dan nematopatogen. Mikroba tersebut dapat ditambahkan ke dalam lingkungan tanah untuk menekan organisme patogen.

Perkembangan penyakit pada tanaman karat dan tanaman inang lain, kemampuan bertahan hidup propagul di dalam tanah dan terhadap penyinaran matahari, serta kemungkinan terdapatnya-mikroorganisme antagonis pada daun karet. Inokulasi pada daun karat dilakukan dengan menyemprotkan susponsi konidia sebahyak 5 ml dengan konsentrasi 2.500-3.000 konidia/ml, dan dengan menyuntikkan filtrat cendawan berumur 7, 14, dan 21 hari sebanyak 1 ml/daun. Inokulasi pada daun tanaman inang lain dilakukan dengan memempelkan biakan berdiameter 5 mm/daun. Kemampuan bartahan hidup propagul di dalam tanah dipelajari dengan mencampurkan suspensi konidia sebanyak 5 ml di dalam tanah steril dan nonsteril dan diinkubasikan selama 10 minggu; daun karat berukuran 1 x 1 cm digunakan sebagai umpan untuk mendeteksi perkembangan,patogen di dalam tanah. Viabilitas konidia terhadap penyinaran matahari dipelajari dengan penyinaran matahari selama 3 jam pagi, siang, dan sore hari, dan selama 6, dam 9 jam dimulai pukul 08:00 pagi; selanjutnya dihitung persentase perkecambahan dan panjang tabung kecambah konidia. Kemuhgkinan adanya organisme antagonistik terhadap C. cassiicola dilakukan dehgan mengisolasi organisme dari daun karet sehat, selanjutnya dilakukan uji antagonistik dengan care "dual culture". Selain itu dilakukan uji antagonistik dengan cendawan tanah G1iocladium spp., yang memiliki potensi Antagonistik yang tinggi terhadap patogen tanah. Hasil penalitian menunjukkan bahwa perkembangan penyakit pada tanaman-karet maupun tanaman inang lain mengikuti pola perkembangan yang hampir sama yaitu adanya bercak hitam yang lama-kelamaan meluas, diikuti halo berwarna kuning (klorosis) yang cenderung meluas ke arah topi dam ujung daun, diikuti gugurnya daun. pada tanaman inang lain tidak terjadi pewarnaan hitam pada tulang daun. Daun muda lebih cepat menunjukkan gejala daripada daun tua. Penyuntikan dengan filtrat biakan menyebabkan klorosis bagian daun yang disuntik. C. cassiicola mampu bertahan hidup di dalam tanah steril sampai 10 minggu pada kondisi kelembaban tanah sesuai kapasitas lapang. Penyinaran matahari selama 3 jam pada siang hari sangat menekan perkecambahan konidia. Telah berhasil diisolasi sebelas isolat mikroorganisme dari daun karet, empat di antaranya mempunyai sifat antagonistik, tetapi kemampuan antagonistik yang dimiliki tidak terlalu kuat sehingga kurang baik digunakan sebagai agen antagonis. Gliocladium deliquescens dan G. fimbriatum dapat merupakan agen antagonis bagi C. cassiicola.

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Corynespora cassicola merupakan salah satu yang harus di tangani secara serius dalam perkebunan karet. Karena tanaman yang terserang mengalami gugur berulang kali sehingga meranggas sepanjang tahun.

2. Pada tanaman menghasilkan, penyakit ini dapat merugikan karena mengakibatkan daun-daun muda berguguran, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga produksi lateks menurun bahkan tidak menghasilkan lateks sama sekali, serta produksi biji merosot.

3. C.cassicola mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi serta mampu membentuk berbagai ras yang bervariasi dan memiliki tingkat virulensi yang berbeda.

4. Mengatasi pathogen C.cassicola dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida, pemberian pupuk ekstra, penanaman klon yang resisten terhadap penyakit, maupun dengan cara biologi yaitu dengan memberikan mikroba antagonis yang mampu menyaingi patogen tersebut, sehingg tertekan dan menghambat perkembangannya.

5. Cara yang paling efektif untuk menekan pathogen C.cassicola adalah dengan menanam klon yang resisten, seperti PR 228, PR 225, PR 300, AVROS 2037, BPM 1 dan BPM 24.

Saran

1. Gunakanlah klon-klon yang resisten untuk mencegah pathogen Corynespora cassicola.

2. Apabila memberikan pupuk sebaiknya diberi pupuk nitrogen dua kali dosis anjuran pada saat daun-daun mulai terbentuk. Pupuk dibenamkan ke dalam tanah agar mudah diserap oleh akar.

3. Biasakan memberikan pupuk ekstra dengan menambah dosis KCL (1,5 x dosis anjuran ) untuk meningkatkan kemampuan tanaman menahan serangan jamur.

4. Jagalah kebersihan lingkungan untuk mengurangi perkembangan pathogen tersebut.

5. Tanaman yang terserang berat perlu disemprot dengan fungisida kontak

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Busnia M. UGM Press, Yogyakarta.

Alexopoulus, G. J. and C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology 3rd Edition. John Willey and Sons New York.

Anonimous. 1992. Morfologi Karet. www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 9 April 2010.

Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1992. Budi Daya Tanaman Karet. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 7 April 2010.

Djikman, M. J. 1951. Hevea Thirty Years of Research in the Far East. University of Miami Press Coral Gables, Florida.

Endert, F. H. 1946. Droogte Resistent Gewassen. Tectona. 36(4): 165-214.

Liyanage, A. D. S. 1987. Investigation of Corynespora Leaf Spot in Srilanka. Proceeding of RRDM Symposium Pathology of Hevea Brasiliensis. November 2-3 Mai Chiang, Thailand.

Mohr, E. C. J. 1935. De Bodem der Tropen in Het Algemen, en die van Nederlandsch-Indie in Het Bijzonder. Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut, Amsterdam.

Nugroho, P. A. 2003. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Karet. Direktorat Perlindungan Perkebunan Desember 2003. Deptan. pp 28.

Pawirosoemadjo, S. 2003. Pengendalian Penyakit Karet. Mteri pada Workshop Pengendalian KAS dan Penyakit Penting Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.

Priyanto, I. 2010. Investasi Kebun Karet. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 16 April 2010.

Purseglove, J. W. 1968. Tropical Crops Dicotyledons. Longman Singapore Publishers, Singapore.

Rahayu, S. 2005. Resistene Corynespora, Cassicola, Glomerella, Cingulata Disease Transmission. Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Karet. Pusat PeneUtian Karet Sembawa, Palembang : 275-289.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Karet Perkebunan di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Siregar, A. Z. 2007. Karet Yang Elastis dan Dinamis. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara Repository : 5pp.

Situmorang, A. 2005. Evolusi ras Corynespora cassiicola pada tanaman karet dan manajemen pengendaliannya. Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Karet. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Bogor. Vol. 24(2):30-44.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumarmadja. 2005. Falsafah Penyadapan Karet. Kumpulan Materi Pelatihan Eksploitasi Tanaman Karet dan Pengendalian Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. 13-15 Desember.

Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment